BUDIDAYA IKAN DAN UDANG ORGANIK
Untuk Semua jenis Biota Air : ( Air Asin, Payau, Tawar )
Sumber : https://defishery.wordpress.com/2010/02/01/perikanan-organik/
Perikanan organic merupakan upaya baru
dalam peningkatan produksi dibidang perikanan dengan memanfaatkan
keseimbangan ekosistem, polusi air yang disebabkan adanya kotoran ikan
dan makan yang tidak habis menyebabkan produksi menurun dikarenakan
banyaknya kasus kematian ikan dikolam, belum lagi polusi alam yang
disebabkan aroma air kolam akan menimbulkan problem tersendiri
dikalangan para petani ikan.
Dengan tehnologi organic untuk menekan polusi dikolam perikanan adalah
cara yang cukup efektif untuk mengatasi berbagai masalah kematian ikan,
penggantian air setiap kolam mulai keruh dan bau bukan sebuah solusi
yang tepat untuk mengatasi masalah ini, disamping akan menambah biaya
perawatan dan produksi kemungkinan stress karena pemindahan akan air
akan terjadi.
Salah satu cara adalah dengan menggunakan bio activator mikroba yang
bisa mengurai limbah menjadi unsur yang bermanfaat bagi ekosistem kolam
ikan, selain itu secara alami bisa menggunakan beberapa jenis tanaman
yang memiliki nilai ekonomis seperti kangkung, selada air, dan genjer
bisa sedikit membantu polusi air kolam, disamping juga sebagai komoditi
tambahan bagi petani ikan dari hasil panen sayuran, jenis sayuran ini
bisa dijadikan sebagai makanan tambahan bagi ikan peliharaan.seperti
halnya metode tumpang sari pada lahan sayuran bisa diterapkan juga
dikolam perikanan dengan cara diatas.
Dengan mikroba akan meningkatkan produktifitas dan akan menghemat biaya
pakan hingga 40%. Bio activator ini berfungsi sebagai penumbuh plankton
sebagai makanan tambahan ikan dan meningkatkan kesuburan tanah disekitar
lahan perikanan
Untuk Perluas Kolam / Tambak 1 are ( 100 m2 ) :
1. Menyiapkan Lahan Tambak Pemeliharaan
– Siapkan tambak / kolam dengan kedalam yang diinginkan baik dengan pola tradisional maupun moderen ( super Intensive )
– Setelah kolam siap aplikasikan Produk
RI 1 pakan ikan dan udang dengan koposisi 30cc : 3 liter air, semprotkan
diatas permukaan dasar kolam dengan merata, bertujuan untuk menguraikan
kandungan kimia atau residu kimia yang terkandung dalam tanah.
– Bilamana Tambak atau kolam sudah
tersedia dan sudah seringkali dipergunakan untuk pemeliharaan, kuras
airnya terlebih dahulu sampai kering kemudian kupas permukaan dasar
kolam + 5 – 10 cm dengan tujuan agar sisa – sisa kotoran ikan &
udang dapat terbuang keluar dari dasar kolam, karena kotoran ikan &
udang adalah bersifat racun yang dapat meracuni ikan maupun udang.
– Kemudian aplikasikan RI 1 Nutrisi Ikan
& Udang dengan komposisi 30cc : 3 liter air diatas permukaan dasar
kolam tadi, bertujuan untuk mengembalikan humus dan kandungan organik
tanah sehingga limbah kotoran ikan & udang dapat terurai, diamkan
selama + 2 hari.
– Tebarkan pupuk kandang pola Bokasi.
2. Cara Kerja Olah Bokasi
– Sediakan wadah untuk adonan ( Drum/Ember )
– Sediakan 100 kg pupuk kandang kering dan bersih
– Masukkan pupuk kandang tersebut kedalam
wadah, kemudian is air sampai jenuh + 2cm dari permukaan pupuk kandang
tersebut kemudian masukkan 500cc Nutrisi RI1 pakan Ikan & Udang aduk
sampai merata.
– Tutup wadah adonan dengan rapat supaya proses olah bokasi menjadi sempurna selama 7 hari.
– Setelah proses olah bokasi terjadi dan
pupuk kandang muali mengental, tuangkan kedalam kantung plastik kemudian
remas dan lumatkan adonan pupuk kandang tersebut hingga membentuk
adonan halus.
– Kemudian Pupuk pola olah bokasi siap ditebarkan, untuk perluas lahan 1m2 menghabiskan 5 kg pupuk dasar pola olah bokasi.
– Alirkan air kedalam kolam dengan
kedalaman + 10 cm diamkan selama 2 hari biarkan dasar kolam menjadi
jenuh air sehingga gelembung udara tidak terjadi lagi proses oksidasi
sudah selesai, kemudian tambahkan air kedalam kolam sesuai kedalamam
yqang diinginkan diamkan selama 3 hari setelah itu lanjutkan dengan
tebar benih ikan maupun udang.
3. Tebar Benih Ikan maupun udang ( Pemeliharaan )
Dengan pakan buatan dan Nutrisi Pakan Ikan & Udang RI1 Organik
– Tebar benih sesuai kapasitas yang diinginkan idealnya + 50 s/d 60 ekor per 1M2 atau 5000 s/d 6000 ekor per 100 m2 atau 1 Are.
– Pada saat penebaran benih tidak perlu
lagi memberikan pakan bagi ikan dan udang karena kesediaan pakan sudah
cukup untuk kebutuhan selama 1 minggu.
– Aplikasi selanjutnya dilakukan setelah
ikan & udang berumur 1 minggu, pada minggu ke 2 aplikasikan Nutrisi
RI 1 Organik pakan Ikan & Udang dengan komposisi 30cc : 3 liter air
tebarkan merata pada permukaan air kolam.
– selanjutnya pada minggu ke 3
aplikasikan RI1 Organik pakan Ikan & Udang 50 cc : 30 liter air
tebarkan merata pada permukaan air kolam.
– Pada minggu ke 4 aplikasikan RI1
Organik 150 cc : 30 liter air tebarkan merata pada permukaan kolam
sampai panen sesuai target umur dan besar ikan & udang yang
diinginkan.
(Perhatian !
Untuk pakan buatan/pelet Volume pemakaiannya dapat dikurangi hingga 40 %
atau pemberian pakan buatan/pelet dapat dilakukan 1 minggu 3 kali
dengan volume normal setiap kali tebar)
Pemeliharaan & perawatan dengan Pakan RI1 Saja
– Tebar benih sesuai kapasitas yang diinginkan idealnya + 50 s/d 60 ekor per 1M2 atau 5000 s/d 6000 ekor per 100 m2 atau 1 Are.
– Pada saat penebaran benih tidak perlu
lagi memberikan pakan bagi ikan dan udang karena kesediaan pakan sudah
cukup untuk kebutuhan selama 1 minggu.
– Aplikasi selanjutnya dilakukan setelah
ikan & udang berumur 1 minggu, pada minggu ke 2 aplikasikan Nutrisi
RI 1 Organik pakan Ikan & Udang dengan komposisi 500cc : 30 liter
air tebarkan merata pada permukaan air kolam.
– selanjutnya pada minggu ke 3
aplikasikan RI1 Organik pakan Ikan & Udang 750 cc : 30 liter air
tebarkan merata pada permukaan air kolam.
– Pada minggu ke 4 aplikasikan RI1
Organik 1500 cc : 30 liter air tebarkan merata pada permukaan kolam
sampai panen sesuai target umur dan besar ikan & udang yang
diinginkan.
Manfaat & Kegunaannya
- Dapat mengurangi kebutuhan pakan sampai maximum 40%
- Dapat meniadakan 100 % pakan buatan / pelet cukup dengan RI1.
- Dapat mrningkatkan daya tahan ikan & udang terhadap penyakit
- Dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi ikan & Udang
- Dapat memenuhi kebutuhan pakan bagi Ikan & Udang
- Dapat membentuk aqua plankton & zooplankton sebagai pakan pokok Ikan & Udang
- Dapat menjaga dan memperbaiki proses oksidasi
- Tidak meninggalkan residu kimia didasar kolam
- Dapat mencegah serangan penyakit
- Cara aplikasi sangat mudah dan hemat
- Pemakaian sedikit untuk lahan yang luas
- Biaya murah
- Meningkatkan pendapatan bagi petani
- Membuka peluang kerja baru karna biaya tidak mahal.
- Layak untuk dikonsumsi dan sehat
Perhatian ! :
- Aplikasi dilakukan 1 minggu sekali
- Aplikasi terbaik dilakukan pada pagi hari antara jam 06.00 s/d 09.00.
- Dilarang mempergunakan Pupuk dan Obat – obatan anorganik.
I. Pendahuluan.
Lele merupakan jenis ikan yang digemari masyarakat, dengan rasa yang
lezat, daging empuk, duri teratur dan dapat disajikan dalam berbagai
macam menu masakan. PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas,
Kualitas dan Kesehatan) membantu petani lele dengan paket produk dan
teknologi.
II. Pembenihan Lele.
Adalah budidaya lele untuk menghasilkan benih sampai berukuran tertentu
dengan cara mengawinkan induk jantan dan betina pada kolam-kolam khusus
pemijahan. Pembenihan lele mempunyai prospek yang bagus dengan tingginya
konsumsi lele serta banyaknya usaha pembesaran lele.
III. Sistem Budidaya.
Terdapat 3 sistem pembenihan yang dikenal, yaitu :
1. Sistem Massal. Dilakukan dengan menempatkan lele jantan dan
betina dalam satu kolam dengan perbandingan tertentu. Pada sistem ini
induk jantan secara leluasa mencari pasangannya untuk diajak kawin dalam
sarang pemijahan, sehingga sangat tergantung pada keaktifan induk
jantan mencari pasangannya.
2. Sistem Pasangan. Dilakukan dengan menempatkan induk jantan
dan betina pada satu kolam khusus. Keberhasilannya ditentukan oleh
ketepatan menentukan pasangan yang cocok antara kedua induk.
3. Pembenihan Sistem Suntik (Hyphofisasi).
Dilakukan dengan merangsang lele untuk memijah atau terjadi ovulasi
dengan suntikan ekstrak kelenjar Hyphofise, yang terdapat di sebelah
bawah otak besar. Untuk keperluan ini harus ada ikan sebagai donor
kelenjar Hyphofise yang juga harus dari jenis lele.
IV. Tahap Proses Budidaya.
A. Pembuatan Kolam.
Ada dua macam/tipe kolam, yaitu bak dan kubangan (kolam galian).
Pemilihan tipe kolam tersebut sebaiknya disesuaikan dengan lahan yang
tersedia. Secara teknis baik pada tipe bak maupun tipe galian,
pembenihan lele harus mempunyai :
Kolam tandon. Mendapatkan masukan air langsung dari luar/sumber
air. Berfungsi untuk pengendapan lumpur, persediaan air, dan penumbuhan
plankton. Kolam tandon ini merupakan sumber air untuk kolam yang lain.
Kolam pemeliharaan induk. Induk jantan dan bertina selama masa
pematangan telur dipelihara pada kolam tersendiri yang sekaligus sebagai
tempat pematangan sel telur dan sel sperma.
Kolam Pemijahan. Tempat perkawinan induk jantan dan betina.
Pada kolam ini harus tersedia sarang pemijahan dari ijuk, batu bata,
bambu dan lain-lain sebagai tempat hubungan induk jantan dan betina.
Kolam Pendederan. Berfungsi untuk membesarkan anakan yang telah menetas
dan telah berumur 3-4 hari. Pemindahan dilakukan pada umur tersebut
karena anakan mulai memerlukan pakan, yang sebelumnya masih menggunakan
cadangan kuning telur induk dalam saluran pencernaannya.
B. Pemilihan Induk
Induk jantan mempunyai tanda :
– tulang kepala berbentuk pipih
– warna lebih gelap
– gerakannya lebih lincah
– perut ramping tidak terlihat lebih besar daripada punggung
– alat kelaminnya berbentuk runcing.
Induk betina bertanda :
– tulang kepala berbentuk cembung
– warna badan lebih cerah
– gerakan lamban
– perut mengembang lebih besar daripada punggung alat kelamin berbentuk bulat.
C. Persiapan Lahan.
Proses pengolahan lahan (pada kolam tanah) meliputi :
– Pengeringan. Untuk membersihkan kolam dan mematikan berbagai bibit penyakit.
– Pengapuran. Dilakukan dengan kapur Dolomit atau Zeolit dosis
60 gr/m2 untuk mengembalikan keasaman tanah dan mematikan bibit penyakit
yang tidak mati oleh pengeringan.
– Perlakuan TON (Tambak Organik Nusantara). untuk menetralkan
berbagai racun dan gas berbahaya hasil pembusukan bahan organik sisa
budidaya sebelumnya dengan dosis 5 botol TON/ha atau 25 gr (2 sendok
makan)/100m2. Penambahan pupuk kandang juga dapat dilakukan untuk
menambah kesuburan lahan.
– Pemasukan Air. Dilakukan secara bertahap, mula-mula setinggi
30 cm dan dibiarkan selama 3-4 hari untuk menumbuhkan plankton sebagai
pakan alami lele.
Pada tipe kolam berupa bak, persiapan kolam yang dapat dilakukan adalah :
– Pembersihan bak dari kotoran/sisa pembenihan sebelumnya.
– Penjemuran bak agar kering dan bibit penyakit mati. Pemasukan air
fapat langsung penuh dan segera diberi perlakuan TON dengan dosis sama
D. Pemijahan.
Pemijahan adalah proses pertemuan induk jantan dan betina untuk
mengeluarkan sel telur dan sel sperma. Tanda induk jantan siap kawin
yaitu alat kelamin berwarna merah. Induk betina tandanya sel telur
berwarna kuning (jika belum matang berwarna hijau). Sel telur yang telah
dibuahi menempel pada sarang dan dalam waktu 24 jam akan menetas
menjadi anakan lele.
E. Pemindahan.
Cara pemindahan :
– kurangi air di sarang pemijahan sampai tinggi air 10-20 cm.
– siapkan tempat penampungan dengan baskom atau ember yang diisi dengan air di sarang.
– samakan suhu pada kedua kolam
– pindahkan benih dari sarang ke wadah penampungan dengan cawan atau piring.
– pindahkan benih dari penampungan ke kolam pendederan dengan hati-hati
pada malam hari, karena masih rentan terhadap tingginya suhu air.
F. Pendederan.
Adalah pembesaran hingga berukuran siap jual, yaitu 5 – 7 cm, 7 – 9 cm
dan 9 – 12 cm dengan harga berbeda. Kolam pendederan permukaannya diberi
pelindung berupa enceng gondok atau penutup dari plastik untuk
menghindari naiknya suhu air yang menyebabkan lele mudah stress.
Pemberian pakan mulai dilakukan sejak anakan lele dipindahkan ke kolam
pendederan ini.
V. Manajemen Pakan.
Pakan anakan lele berupa :
– pakan alami berupa plankton, jentik-jentik, kutu air dan cacing kecil (paling baik) dikonsumsi pada umur di bawah 3 – 4 hari.
– Pakan buatan untuk umur diatas 3 – 4 hari. Kandungan nutrisi harus tinggi, terutama kadar proteinnya.
– Untuk menambah nutrisi pakan, setiap pemberian pakan buatan dicampur
dengan POC NASA dengan dosis 1 – 2 cc/kg pakan (dicampur air
secukupnya), untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tubuh karena
mengandung berbagai unsur mineral penting, protein dan vitamin dalam
jumlah yang optimal.
VI. Manajemen Air.
Ukuran kualitas air dapat dinilai secara fisik :
– air harus bersih
– berwarna hijau cerah
– kecerahan/transparansi sedang (30 – 40 cm).
Ukuran kualitas air secara kimia :
– bebas senyawa beracun seperti amoniak
– mempunyai suhu optimal (22 – 26 0C).
Untuk menjaga kualitas air agar selalu
dalam keadaan yang optimal, pemberian pupuk TON sangat diperlukan. TON
yang mengandung unsur-unsur mineral penting, lemak, protein, karbohidrat
dan asam humat mampu menumbuhkan dan menyuburkan pakan alami yang
berupa plankton dan jenis cacing-cacingan, menetralkan senyawa beracun
dan menciptakan ekosistem kolam yang seimbang. Perlakuan TON dilakukan
pada saat oleh lahan dengan cara dilarutkan dan di siramkan pada
permukaan tanah kolam serta pada waktu pemasukan air baru atau
sekurang-kurangnya setiap 10 hari sekali. Dosis pemakaian TON adalah 25
g/100m2.
VI. Manajemen Kesehatan.
Pada dasarnya, anakan lele yang dipelihara tidak akan sakit jika
mempunyai ketahanan tubuh yang tinggi. Anakan lele menjadi sakit lebih
banyak disebabkan oleh kondisi lingkungan (air) yang jelek. Kondisi air
yang jelek sangat mendorong tumbuhnya berbagai bibit penyakit baik yang
berupa protozoa, jamur, bakteri dan lain-lain. Maka dalam menejemen
kesehatan pembenihan lele, yang lebih penting dilakukan adalah penjagaan
kondisi air dan pemberian nutrisi yang tinggi. Dalam kedua hal itulah,
peranan TON dan POC NASA sangat besar. Namun apabila anakan lele
terlanjur terserang penyakit, dianjurkan untuk melakukan pengobatan yang
sesuai. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa,
bakteri dan jamur dapat diobati dengan formalin, larutan PK (Kalium
Permanganat) atau garam dapur. Penggunaan obat tersebut haruslah
hati-hati dan dosis yang digunakan juga harus sesuai.
I. Pendahuluan.
Ikan bandeng merupakan adalah satu jenis ikan penghasil protein hewani
yang tinggi. Usaha intensifikasi budidaya perlu dilakukan karena
rendahnya produktivitas bandeng dengan budidaya tradisional. Peningkatan
sistem budidaya juga harus diikuti dengan penggunaan teknologi baru.
PT. NATURAL NUSANTARA memberikan teknologi yang diperlukan dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan).
II. Sifat Biologis.
Bandeng termasuk golongan ikan herbivora , yaitu bangsa ikan yang
mengkonsumsi tumbuhan. Mampu mencapai berat rata-rata 0,6 kg pada usia 5
– 6 bulan dengan pemeliharaan yang intensif.
III. Penyediaan Benih.
Usaha penyediaan benih (nener) secara kontinyu dengan mutu yang baik
dilakukan dengan sistem pembenihan yang intensif pada kolam-kolam
khusus, yaitu kolam pematangan induk, pemijahan, peneneran dan kolam
pembsaran. Dalam pembenihan bandeng langkah yang dilakukan adalah :
1. Pemilihan induk yang unggul . Induk yang unggul akan menurunkan sifat-sifatnya kepada keturunannya, Ciri-cirinya :
– bentuk normal, perbandingan panjang dan berat ideal.
– ukuran kepala relatif kecil, diantara satu peranakan pertumbuhannya paling cepat.
– susunan sisik teratur, licin, mengkilat, tidak ada luka.
– gerakan lincah dan normal.
– umur antara 4 5 tahun.
2. Merangsang pemijahan. Kematangan gonad dapat dipercepat dengan penggunaan hormone LHRH (Letuizing Hormon Releasing Hormon) melalui suntikan.`
3. Memijahkan. Pemijahan adalah
pencampuran induk jantan dan berina yang telah matang sel sperma dan sel
telurnya agar terjadi pengeluaran (ejakulasi) kedua sel tersebut.
Setelah berada di air, sel sperma akan membuahi sel telur karena sistem
pembuahan ikan terjadi diluar tubuh. Pemijahan dilakukan pada kolam
khusus pemijahan
4. Penetasan. Telur yang
mengapung di kolam pemijahan menetas setelah 24 – 26 jam dari awal
pemijahan. Telur yang telah menetas akan menjadi larva yang masih
mempunyai cadangan makanan dari kuning telur induk, sehingga belum perlu
diberi pakan hingga umur 2 hari.
5. Merawat benih. Setelah
berumur 9 hari larva dipindahkan ke kolam pemeliharaan nener . Di kolam
ini larva diberi pakan alami berupa plankton. Penumbuhan plankton
dilakukan dengan pemupukan dan pengapuran. Pemupukan yang tepat adalah
dengan pupuk TON (TAMBAK ORGANIK NUSANTARA) yang mengandung berbagai
unsur mineral penting untuk pertumbuhan plankton, diantaranya N,P,K,Mg,
Ca, Mg, S, Cl dan lain-lain, juga dilengkapi dengan asam humat dan
vulvat yang mempu memperbaiki tekstur dan meningkatkan kesuburan tanah
dasar kolam dengan dosis 5 botol TON/ha atau 25 gr (2 sendok makan)/100
m2 pada tiap pemasukan air. Waktu peneneran 8 minggu. Pakan yang
diberikan berupa tepung dengan kadar protein 30%. Untuk menambah nutrisi
pakan pencampuiran pakan dengan NASA dengan dosis 2 – 5 /kg pakan
sangat diperlukan, karena NASA mengandung unsur-unsur mineral penting
yaitu N,P,K,Mg,Fe,Ca,S dan lain-lain, vitamin, protein dan lemak untuk
meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan nener.
IV. Pembesaran.
Setelah dipelihara di kolam peneneran selama 8 minggu, bandeng
dipindahkan ke kolam pembesaran. Teknis pembesaran bandeng meliputi
beberapa hal, yaitu :
1. Persiapan lahan.
Tahap ini dilakukan sebelum pemasukan air. kegiatan yang dilakukan selama persiapan lahan adalah :
– Pencangkulan dan pembalikan tanah. Bertujuan untuk membebaskan senyawa
dan gas beracun sisa budidaya hasil dekomposisi bahan organik baik dari
pakan maupun dari kotoran. Selain itu dengan menjadi gemburnya tanah,
aerasi akan berjalan dengan baik sehingga kesuburan lahan akan
meningkat.
– Pengapuran. Selama budidaya, ikan memerlukan kondisi keasaman yang
stabil yaitu pada pH 7 – 8. Untuk mengembalikan keasaman tanah pada
kondisi tersebut, dilakukan pengapuran karena penimbunan dan pembusukan
bahan organik selama budidaya sebelumnya menurunkan pH tanah. Pengapuran
juga menyebabkan bakteri dan jamur pembawa penyakit mati karena sulit
dapat hidup pada pH tersebut. Pengapuran dengan kapur tohor, dolomit
atau zeolit dengan dosis 1 TON /ha atau 10 kg/100 m2.
– Pemupukan. Fungsi utama pemupukan adalah memberikan unsur hara yang
diperlukan bagi pertumbuhan pakan alami, memperbaiki struktur tanah dan
menghambat peresapan air pada tanah-tanah yang tidak kedap air (porous).
Penggunaan TON untuk pemupukan tanah dasar kolam sangat tepat, karena
TON yang mengandung unsur-unsur mineral penting, dan asam-asam organik
utama memberikan bahan-bahan yang diperlukan untuk peningkatan kesuburan
lahan dan pertumbuhan plankton. Dosis pemupukan TON adalah 5 botol/ha
atau 25 gr/100 m2.
– Pengelolaan air. setelah dilakukan pemupukan dengan TON, air
dimasukkan hingga setinggi 10 – 20 cm kemudian dibiarkan beberapa hari,
untuk menumbuhkan bibit-bibit plankton. Air dimasukkan hingga setinggi
80 cm atau menyesuaikan dengan kedalaman kolam.
2. Pemindahan nener. Setelah
plankton tumbuh (warna air hijau) dan kecerahan sedalam 30 – 40 cm,
nener di kolam peneneran dipindahkan ke kolam pembesaran dengan
hati-hati dengan adaptasi terhadap lingkungan yang baru.
3. Pemberian Pakan. Sesuai
dengan sifat bandeng yang termasuk hewan herbivore, maka ikan ini suka
memakan tumbuh-tumbuhan yang ada di kolam. Tumbuhan yang disukai bandeng
adalah lumut, ganggang dan klekap. Untuk mempercepat pertumbuhan, perlu
pakan buatan pabrik, dengan standar nutrisi yang dibutuhkan untuk
tumbuh optimal dengan kadar protein .minimal 25 – 28 %.
Sebagai hewan herbivora, unsur tumbuhan
dalam pakan memang sangat penting,. Oleh karena itu, sebaiknya bahan
baku unsur protein harus didominasi dari sumber tumbuhan atau nabati
dari tepung kedelai atau bungkil kacang tanah. Sebagai acuan pemberian
pakan adalah : Jumlah pakan 5 – 7% dari berat badan. Waktu pemberian 3 –
5 kali sehari.
Penambahan NASA pada pakan buatan
merupakan pilihan yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan
ketahanan tubuh bandeng. NASA mengandung mineral-mineral penting,
protein, lemak dan vitamin akan menambah kandungan nutrisi pakan. Dosis
pencampuran NASA dengan pakan buatan adalah 2 – 5 cc/kg pakan dengan
cara :
1. Timbang pakan sesuai dengan kebutuhan bandeng.
2. Basahi pakan dengan sedikit air agar pencampuran dengan NASA dapat merata.
3. Campurkan NASA sesuai jumlah pakan yang diberikan dengan dosis 2 – 5 cc/kg pakan.
4. Pakan siap untuk diberikan.
Pemberian pakan dengan menyebarkan secara merata pada seluruh areal kolam, agar seluruh bandeng dapat pakan.
V. Pengendalian hama dan Penyakit.
Penyakit penting yang sering menyerang bandeng adalah :
1. Pembusukan sirip, disebabkan oleh bakteri. Gejalanya sirip membusuk dari bagian tepi.
2. Vibriosis. Disebabkan oleh bakteri Vibriosis sp , gejalanya nafsu makan turun, pembusukan sirip, dan bagian perut bengkak oleh cairan.
3. Penyakit oleh Protozoa. Gejalanya nafsu makan hilang, mata buta, sisik terkelupas, insang rusak, banyak berlendir.
4. Penyakit oleh cacing renik. Sering disebabkan oleh cacing Diploctanum yang menyerang bagian insang sehingga menjadi pucat dan berlendir.
Penyakit dari bakteri, parasit dan jamur disebabkan lingkungan yang
buruk, dan penurunan daya tahan tubuh ikan. Penurunan kualitas
lingkungan disebabkan oleh tingginya timbunan bahan organik dan
pencemaran lingkungan dari aliran sungai.. Bahan organik dan kotoran
akan membusuk dan manghasilkan gas-gas yang berbahaya. Ketahanan tubuh
ikan ditentukan konsumsi nutrisinya. Maka cara pengendalian penyakit
harus menitikberatkan pada kedua faktor tersebut. Untuk mengatasi
penurunan kualitas lingkungan dapat dilakukan perlakuan TON dengan dosis
5 botol/ha atau 25 gr (2 sendok makan)/100 m2 yang mengandung unsur
mineral dan asam-asam organik penting yang mampu menetralkan berbagai
gas berbahaya hasil pembusukan kotoran dalam kolam dan unsur mineral
akan menyuburkan plankton sebagai pakan alami. Untuk mencukupi kebutuhan
nutrisi dalam jumlah yang ideal, perlu diberikan pakan dengan standar
protein yang sesuai serta dengan penambahan/pencampuran NASA pada pakan
buatan. NASA dengan kandungan mineral-mineral penting, vitamin, asam
organic, protein dan lemak akan menambah dan melengkapi nutrisi pakan,
sehingga ketahanan tubuh untuk hidup dan berkembang selalu tercukupi.
I. Pendahuluan
Budidaya udang windu di Indonesia dimulai pada awal tahun 1980-an, dan
mencapai puncak produksi pada tahun 1985-1995. Sehingga pada kurun waktu
tersebut udang windu merupakan penghasil devisa terbesar pada produk
perikanan. Selepas tahun 1995 produksi udang windu mulai mengalami
penurunan. Hal itu disebabkan oleh penurunan mutu lingkungan dan
serangan penyakit. Melihat kondisi tersebut, PT. NATURAL NUSANTARA
merasa terpanggil untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut dengan
produk-produk yang berprinsip kepada Kualitas, Kuantitas dan Kelestarian
(K-3).
II. Teknis Budidaya
Budidaya udang windu meliputi beberapa faktor, yaitu :
2.1. Syarat Teknis
– Lokasi yang cocok untuk tambak udang yaitu pada daerah pantai yang
mempunyai tanah bertekstur liat atau liat berpasir yang mudah dipadatkan
sehingga mampu menahan air dan tidak mudah pecah.
– Air yang baik yaitu air payau dengan salinitas 0-33 ppt dengan suhu
optimal 26 – 300C dan bebas dari pencemaran bahan kimia berbahaya.
– Mempunyai saluran air masuk/inlet dan saluran air keluar/outlet yang terpisah.
– Mudah mendapatkan sarana produksi yaitu benur, pakan, pupuk , obat-obatan dan lain-lain.
– Pada tambak yang intensif harus tersedia aliran listrik dari PLN atau mempunyai Generator sendiri.
2.2. Tipe Budidaya.
Berdasarkan letak, biaya dan operasi pelaksanaannya, tipe budidaya dibedakan menjadi :
– Tambak Ekstensif atau tradisional.
Petakan tambak biasanya di lahan pasang surut yang umumnya berupa rawa
bakau. Ukuran dan bentuk petakan tidak teratur, belum meggunakan pupuk
dan obat-obatan dan program pakan tidak teratur.
– Tambak Semi Intensif.
Lokasi tambak sudah pada daerah terbuka, bentuk petakan teratur tetapi
masih berupa petakan yang luas (1-3 ha/petakan), padat penebaran masih
rendah, penggunaan pakan buatan masih sedikit.
– Tambak Intensif.
Lokasi di daerah yang khusus untuk tambak dalam wilayah yang luas,
ukuran petakan dibuat kecil untuk efisiensi pengelolaan air dan
pengawasan udang, padat tebar tinggi, sudah menggunakan kincir, serta
program pakan yang baik.
2.3. Benur
. Benur yang baik mempunyai tingkat kehidupan (Survival Rate/SR) yang
tinggi, daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang tinggi,
berwarna tegas/tidak pucat baik hitam maupun merah, aktif bergerak,
sehat dan mempunyai alat tubuh yang lengkap. Uji kualitas benur dapat
dilakukan secara sederhana, yaitu letakkan sejumlah benur dalam wadah
panci atau baskom yang diberi air, aduk air dengan cukup kencang selama
1-3 menit. Benur yang baik dan sehat akan tahan terhadap adukan tersebut
dengan berenang melawan arus putaran air, dan setelah arus berhenti,
benur tetap aktif bergerak.
2.4. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan, meliputi :
– Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya pasti meninggalkan sisa budidaya
yang berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran udang dan dari udang
yang mati. Kotoran tersebut harus dikeluarkan karena bersifat racun
yang membahayakan udang. Pengeluaran lumpur dapat dilakukan dengan cara
mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan dengan pompa air/alkon.
– Pembalikan Tanah. Tanah di dasar tambak perlu dibalik dengan cara
dibajak atau dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun (H2S dan
Amoniak) yang terikat pada pertikel tanah, untuk menggemburkan tanah dan
membunuh bibit panyakit karena terkena sinar matahari/ultra violet.
– Pengapuran. Bertujuan untuk menetralkan keasaman tanah dan membunuh
bibit-bibit penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit dan Dolomit dengan
dosis masing-masing 1 ton/ha.
– Pengeringan. Setelah tanah dikapur, biarkan hingga tanah menjadi kering dan pecah-pecah, untuk membunuh bibit penyakit.
– Perlakuan pupuk TON ( Tambak Organik Nusantara ). Untuk mengembalikan
kesuburan lahan serta mempercepat pertumbuhan pakan alami/plankton dan
menetralkan senyawa beracun, lahan perlu diberi perlakuan TON dengan
dosis 5 botol/ha untuk tambak yang masih baik atau masih baru dan 10
botol TON untuk areal tambak yang sudah rusak. Caranya masukkan sejumlah
TON ke dalam air, kemudian aduk hingga larut. Siramkan secara merata ke
seluruh areal lahan tambak.
2.5. Pemasukan Air
Setelah dibiarkan 3 hari, air dimasukkan ke tambak. Pemasukan air yang
pertama setinggi 10-25 cm dan biarkan beberapa hari, untuk memberi
kesempatan bibit-bibit plankton tumbuh setelah dipupuk dengan TON.
Setelah itu air dimasukkan hingga minimal 80 cm. Perlakuan Saponen bisa
dilakukan untuk membunuh ikan yang masuk ke tambak. Untuk menyuburkan
plankton sebelum benur ditebar, air dikapur dengan Dolomit atau Zeolit
dengan dosis 600 kg/ha.
2.6. Penebaran Benur.
Tebar benur dilakukan setelah air jadi, yaitu setelah plankton tumbuh
yang ditandai dengan kecerahan air kurang lebih 30-40 cm. Penebaran
benur dilakukan dengan hati-hati, karena benur masih lemah dan mudah
stress pada lingkungan yang baru. Tahap penebaran benur adalah :
– Adaptasi suhu. Plastik wadah benur direndam selama 15 30 menit, agar
terjadi penyesuaian suhu antara air di kolam dan di dalam plastik.
– Adaptasi udara. Plastik dibuka dan dilipat pada bagian ujungnya.
Biarkan terbuka dan terapung selama 15 30 menit agar terjadi pertukaran
udara dari udara bebas dengan udara dalam air di plastik.
– Adaptasi kadar garam/salinitas. Dilakukan dengan cara memercikkan air
tambak ke dalam plastik selama 10 menit. Tujuannya agar terjadi
percampuran air yang berbeda salinitasnya, sehingga benur dapat
menyesuaikan dengan salinitas air tambak.
– Pengeluaran benur. Dilakukan dengan memasukkan sebagian ujung plastik
ke air tambak. Biarkan benur keluar sendiri ke air tambak. Sisa benur
yang tidak keluar sendiri, dapat dimasukkan ke tambak dengan
hati-hati/perlahan.
2.7. Pemeliharaan.
Pada awal budidaya, sebaiknya di daerah penebaran benur disekat dengan
waring atau hapa, untuk memudahkan pemberian pakan. Sekat tersebut dapat
diperluas sesuai dengan perkembangan udang, setelah 1 minggu sekat
dapat dibuka. Pada bulan pertama yang diperhatikan kualitas air harus
selalu stabil. Penambahan atau pergantian air dilakukan dengan hati-hati
karena udang masih rentan terhadap perubahan kondisi air yang drastis.
Untuk menjaga kestabilan air, setiap penambahan air baru diberi
perlakuan TON dengan dosis 1 – 2 botol TON/ha untuk menumbuhkan dan
menyuburkan plankton serta menetralkan bahan-bahan beracun dari luar
tambak.
Mulai umur 30 hari dilakukan sampling untuk mengetahui pekembanghan
udang melalui pertambahan berat udang. Udang yang normal pada umur 30
hari sudah mencapai size (jumlah udang/kg) 250-300. Untuk selanjutnya
sampling dilakukan tiap 7-10 hari sekali. Produksi bahan organik
terlarut yang berasa dari kotoran dan sisa pakan sudah cukup tinggi,
oleh karena itu sebaiknya air diberi perlakuan kapur Zeolit setiap
beberapa hari sekali dengan dosis 400 kg/ha. Pada setiap pergantian atau
penambahan air baru tetap diberi perlakuan TON.
Mulai umur 60 hari ke atas, yang harus diperhatikan adalah manajemen
kualitas air dan kontrol terhadap kondisi udang. Setiap menunjukkkan
kondisi air yang jelek (ditandai dengan warna keruh, kecerahan rendah)
secepatnya dilakukan pergantian air dan perlakuan TON 1-2 botol/ha. Jika
konsentrasi bahan organik dalam tambak yang semakin tinggi, menyebabkan
kualitas air/lingkungan hidup udang juga semakin menurun, akibatnya
udang mudah mengalami stres, yang ditandai dengan tidak mau makan, kotor
dan diam di sudut-sudut tambak, yang dapat menyebabkan terjadinya
kanibalisme.
2.8. Panen.
Udang dipanen disebabkan karena tercapainya bobot panen (panen normal)
dan karena terserang penyakit (panen emergency). Panen normal biasanya
dilakukan pada umur kurang lebih 120 hari, dengan size normal rata-rata
40 – 50. Sedang panen emergency dilakukan jika udang terserang penyakit
yang ganas dalam skala luas (misalnya SEMBV/bintik putih). Karena jika
tidak segera dipanen, udang akan habis/mati.
Udang yang dipanen dengan syarat mutu yang baik adalah yang berukuran
besar, kulit keras, bersih, licin, bersinar, alat tubuh lengkap, masih
hidup dan segar. Penangkapan udang pada saat panen dapat dilakukan
dengan jala tebar atau jala tarik dan diambil dengan tangan. Saat panen
yang baik yaitu malam atau dini hari, agar udang tidak terkena panas
sinar matahari sehingga udang yang sudah mati tidak cepat menjadi
merah/rusak.
III. Pakan Udang.
Pakan udang ada dua macam, yaitu pakan alami yang terdiri dari plankton,
siput-siput kecil, cacing kecil, anak serangga dan detritus (sisa hewan
dan tumbuhan yang membusuk). Pakan yang lain adalah pakan buatan berupa
pelet. Pada budidaya yang semi intensif apalagi intensif, pakan buatan
sangat diperlukan. Karena dengan padat penebaran yang tinggi, pakan
alami yang ada tidak akan cukup yang mengakibatkan pertumbuhan udang
terhambat dan akan timbul sifat kanibalisme udang.
Pelet udang dibedakan dengan penomoran yang berbeda sesuai dengan pertumbuhan udang yang normal.
a. Umur 1-10 hari pakan 01
b. Umur 11-15 hari campuran 01 dengan 02
c. Umur 16-30 hari pakan 02
d. Umur 30-35 campuran 02 dengan 03
e. Umur 36-50 hari pakan 03
f. Umur 51-55 campuran 03 dengan 04 atau 04S
(jika memakai 04S, diberikan hingga umur 70 hari).
g. Umur 55 hingga panen pakan 04, jika pada umur 85 hari size rata-rata mencapai 50, digunakan pakan 05 hingga panen.
Kebutuhan pakan awal untuk setiap 100.000 ekor adalah 1 kg, selanjutnya
tiap 7 hari sekali ditambah 1 kg hingga umur 30 hari. Mulai umur
tersebut dilakukan cek ancho dengan jumlah pakan di ancho 10% dari pakan
yang diberikan. Waktu angkat ancho untuk size 1000-166 adalah 3 jam,
size 166-66 adalah 2,5 jam, size 66-40 adalah 2,5 jam dan kurang dari 40
adalah 1,5 jam dari pemberian.
Untuk meningkatkan pertumbuhan udang, perlu penambahan nutrisi lengkap
dalam pakan. Untuk itu, pakan harus dicampur dengan POC NASA yang
mengandung mineral-mineral penting, protein, lemak dan vitamin dengan
dosis 5 cc/kg pakan untuk umur dibwah 60 hari dan setelah itu 10 cc/kg
pakan hingga panen.
IV. Penyakit.
Beberapa penyakit yang sering menyerang udang adalah ;
1. Bintik Putih. Penyakit inilah yang menjadi penyebab sebagian
besar kegagalan budidaya udang. Disebabkan oleh infeksi virus SEMBV
(Systemic Ectodermal Mesodermal Baculo Virus). Serangannya sangat cepat,
dalam beberapa jam saja seluruh populasi udang dalam satu kolam dapat
mati. Gejalanya : jika udang masih hidup, berenang tidak teratur di
permukaan dan jika menabrak tanggul langsung mati, adanya bintik putih
di cangkang (Carapace), sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Virus
dapat berkembang biak dan menyebar lewat inang, yaitu kepiting dan
udang liar, terutama udang putih. Belum ada obat untuk penyakit ini,
cara mengatasinya adalah dengan diusahakan agar tidak ada kepiting dan
udang-udang liar masuk ke kolam budidaya. Kestabilan ekosistem tambak
juga harus dijaga agar udang tidak stress dan daya tahan tinggi.
Sehingga walaupun telah terinfeksi virus, udang tetap mampu hidup sampai
cukup besar untuk dipanen. Untuk menjaga kestabilan ekosistem tambak
tersebut tambak perlu dipupuk dengan TON.
2. Bintik Hitam/Black Spot.
Disebabkan oleh virus Monodon Baculo Virus (MBV). Tanda yang nampak
yaitu terdapat bintik-bintik hitam di cangkang dan biasanya diikuti
dengan infeksi bakteri, sehingga gejala lain yang tampak yaitu adanya
kerusakan alat tubuh udang. Cara mencegah : dengan selalu menjaga
kualitas air dan kebersihan dasar tambak.
3. Kotoran Putih/mencret.
Disebabkan oleh tingginya konsentrasi kotoran dan gas amoniak dalam
tambak. Gejala : mudah dilihat, yaitu adanya kotoran putih di daerah
pojok tambak (sesuai arah angin), juga diikuti dengan penurunan nafsu
makan sehingga dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kematian. Cara
mencegah : jaga kualitas air dan dilakukan pengeluaran kotoran dasar
tambak/siphon secara rutin.
4. Insang Merah. Ditandai dengan
terbentuknya warna merah pada insang. Disebabkan tingginya keasaman air
tambak, sehingga cara mengatasinya dengan penebaran kapur pada kolam
budidaya. Pengolahan lahan juga harus ditingkatkan kualitasnya.
5. Nekrosis. Disebabkan oleh
tingginya konsentrasi bakteri dalam air tambak. Gejala yang nampak yaitu
adanya kerusakan/luka yang berwarna hitam pada alat tubuh, terutama
pada ekor. Cara mengatasinya adalah dengan penggantian air
sebanyak-banyaknya ditambah perlakuan TON 1-2 botol/ha, sedangkan pada
udang dirangsang untuk segera melakukan ganti kulit (Molting) dengan
pemberian saponen atau dengan pengapuran.
Penyakit pada udang sebagian besar disebabkan oleh penurunan kualitas
kolam budidaya. Oleh karena itu perlakuan TON sangat diperlukan baik
pada saat pengolahan lahan maupun saat pemasukan air baru.
A. Latar Belakang
Rumput laut (sea weeds) yang dalam dunia ilmu pengetahuan dikenal
sebagai Algae sangat populer dalam dunia perdagangan akhir – akhir ini.
Rumput laut dikenal pertama kali oleh bangsa Cina kira – kira tahun 2700
SM. Pada saat itu rumput laut banyak digunakan untuk sayuran dan obat –
obatan. Pada tahun 65 SM, bangsa Romawi memanfaatkannya sebagai bahan
baku kosmetik. Namun dengan perkembangan waktu, pengetahuan tentang
rumput lautpun semakin berkembang. Spanyol, Perancis, dan Inggris
menjadikan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan gelas.
Kapan pemanfaatan rumput laut di Indonesia tidak diketahui. Hanya pada
waktu bangsa Portugis datang ke Indonesia sekitar tahun 1292, rumput
laut telah dimanfaatkan sebagai sayuran. Baru pada masa sebelum perang
dunia ke – 2, tercatat bahwa Indonesia telah mengekspor rumput laut ke
Amerika Serikat, Denmark, dan Perancis.
Sekarang ini rumput laut di Indonesia
banyak dikembangkan di pesisir pantai Bali dan Nusa Tenggara. Mengingat
panjangnya garis pantai Indonesia (81.000 km), maka peluang budidaya
rumput laut sangat menjanjikan. Jika menilik permintaan pasar dunia ke
Indonesia yang setiap tahunnya mencapai rata – rata 21,8 % dari
kebutuhan dunia, sekarang ini pemenuhan untuk memasok permintaan
tersebut masih sangat kurang, yaitu hanya berkisar 13,1%. Rendahnya
pasokan dari Indonesia disebabkan karena kegiatan budidaya yang kurang
baik dan kurangnya informasi tentang potensi rumput laut kepada para
petani.
B. Kandungan
Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah
(Rhodophyceae) karena mengandung agar – agar, keraginan, porpiran,
furcelaran maupun pigmen fikobilin (terdiri dari fikoeretrin dan
fikosianin) yang merupakan cadangan makanan yang mengandung banyak
karbohidrat. Tetapi ada juga yang memanfaatkan jenis ganggang coklat
(Phaeophyceae). Ganggang coklat ini banyak mengandung pigmen klorofil a
dan c, beta karoten, violasantin dan fukosantin, pirenoid, dan lembaran
fotosintesa (filakoid). Selain itu ganggang coklat juga mengandung
cadangan makanan berupa laminarin, selulose, dan algin. Selain bahan –
bahan tadi, ganggang merah dan coklat banyak mengandung jodium.
C. Manfaat
1. Agar – agar
Masyarakat pada umumnya mengenal agar – agar dalam bentuk tepung yang
biasa digunakan untuk pembuatan puding. Akan tetapi orang tidak tahu
secara pasti apa agar – agar itu. Agar – agar merupakan asam sulfanik
yang meruapakan ester dari galakto linier dan diperoleh dengan
mengekstraksi ganggang jenis Agarophytae. Agar – agar ini sifatnya larut
dalam air panas dan tidak larut dalam air dingin.
Sekarang ini penggunaan agar – agar
semakin berkembang, yang dulunya hanya untuk makanan saja sekarang ini
telah digunakan dalam industri tekstil, kosmetik, dan lain – lain.
Fungsi utamanya adalah sebagai bahan pemantap, dan pembuat emulsi, bahan
pengental, bahan pengisi, dan bahan pembuat gel. Dalam industri, agar –
agar banyak digunakan dalam industri makanan seperti untuk pembuatan
roti, sup, saus, es krim, jelly, permen, serbat, keju, puding, selai,
bir, anggur, kopi, dan cokelat. Dalam industri farmasi bermanfaat
sebagai obat pencahar atau peluntur, pembungkus kapsul, dan bahan
campuran pencetak contoh gigi. Dalam industri tekstil dapat digunakan
untuk melindungi kemilau sutera. Dalam industri kosmetik, agar – agar
bermanfaat dalam pembuatan salep, krem, lotion, lipstik, dan sabun.
Selain itu masih banyak manfaat lain dari agar – agar, seperti untuk
pembuatan pelat film, pasta gigi, semir sepatu, kertas, dan pengalengan
ikan dan daging.
2. Keraginan
Keraginan merupakan senyawa polisakarida yang tersusun dari unit
D-galaktosa dan L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh
ikatan 1 – 4 glikosilik. Ciri kas dari keraginan adalah setiap unit
galaktosanya mengikat gugusan sulfat, jumlah sulfatnya lebih kurang
35,1%.
Kegunaan keraginan hampir sama dengan agar – agar, antara lain sebagai
pengatur keseimbangan, pengental, pembentuk gel, dan pengemulsi.
Keraginan banyak digunakan dalam industri makanan untuk pembuatan kue,
roti, makroni, jam, jelly, sari buah, bir, es krim, dan gel pelapis
produk daging. Dalam industri farmasi banyak dimanfaatkan untuk pasta
gigi dan obat – obatan. Selain itu juga dapat dimanfaatkan dalam
industri tekstil, kosmetik dan cat.
3. Algin (Alginat)
Algin ini didapatkan dari rumput laut jenis algae coklat. Algin ini
merupakan polimer dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai
linier panjang. Bentuk algin di pasaran banyak dijumpai dalam bentuk
tepung natrium, kalium atau amonium alginat yang larut dalam air.
Kegunaan algin dalam industri ialah sebagai bahan pengental, pengatur
keseimbangan, pengemulsi, dan pembentuk lapisan tipis yang tahan
terhadap minyak. Algin dalam industri banyak digunakan dalam industri
makanan untuk pembuatan es krim, serbat, susu es, roti, kue, permen,
mentega, saus, pengalengan daging, selai, sirup, dan puding. Dalam
industri farmasi banyak dimanfaatkan untuk tablet, salep, kapsul,
plester, dan filter. Industri kosmetik untuk cream, lotion, sampo, cat
rambut,. Dan dalam industri lain seperti tekstil, kertas, fotografi,
insektisida, pestisida, dan bahan pengawet kayu.
D. Fungsi TON dalam Ekologi Rumput Laut
Rumput laut pertama kali ditemukan hidup secara alami bukan hasil
budidaya. Mereka tersebar di perairan sesuai dengan lingkungan yang
dibutuhkannya. Rumput laut memerlukan tempat menempel untuk menunjang
kehidupannya. Di alam tempat menempel ini bisa berupa karang mati,
cangkang moluska, dan bisa juga berupa pasir dan lumpur.
Selain itu rumput laut sangat membutuhkan
sinar matahari untuk melangsungkan proses fotosintesa. Banyaknya sinar
matahari ini sangat dipengaruhi oleh kecerahan air laut. Supaya
kebutuhan sinar matahari tersedia dalam jumlah yang optimal maka harus
diatur kedalaman dalam membudidayakannya. Kedalaman idealnya adalah
berada 30 – 50 cm dari permukaan air.
Proses fotosintesa rumput laut tidak
hanya dipengaruhi oleh sinar matahari saja, tetapi juga membutuhkan
unsur hara dalam jumlah yang cukup baik makro maupun mikro. Unsur hara
ini banyak didapatkan dari lingkungan air yang diserap langsung oleh
seluruh bagian tanaman. Untuk mensuplai unsur hara ini biasanya
dilakukan pemupukan selama budidaya. Untuk membantu menyediakan unsur
hara dalam jumlah yang optimal dan supaya cepat diserap oleh rumput laut
ini, maka harus disediakan unsur hara yang sudah dalam keadaan siap
pakai (ionik). Unsur hara ini banyak dikandung dalam TON (Tambak Organik
Nusantara).
TON (Tambak Organik Nusantara),
mengandung segala bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pertumbuhan rumput
laut. Baik menyediakan unsur hara mikro lengkap, juga menyediakan unsur
makro. Selain itu TON juga akan meningkatkan kualitas rumput laut,
karena akan menurunkan tingkat pencemaran logam berat yang juga akan
terserap oleh rumput laut. Jika logam berat ini tidak ada yang mengikat,
maka akan ikut terserap dalam proses absorbsi unsur hara dari rumput
laut, sehingga sangat berbahaya bagi konsumen. Dengan adanya TON, logam
berat ini akan terikat dalam bentuk senyawa dan akan mengendap atau
sulit terserap oleh proses absorbsi.
Pertumbuhan rumput laut juga dipengaruhi
oleh jumlah oksigen terlarut (DO), salinitas (kadar garam) dan
temperatur. Kandungan Oksigen selain dipengaruhi oleh gerakan air juga
dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara. Sehingga TON juga sangat
penting untuk menunjang ketersediaan oksigen di perairan. Temperatur
ideal bagi pertumbuhan rumput laut adalah berkisar 200 – 280 C
Dengan tersedianya unsur hara dalam
jumlah yang optimal dan kondisi lingkungan yang seimbang karena pengaruh
TON, maka kualitas dan kuantitas bahan – bahan yang dikandung oleh
rumput laut juga akan meningkat.
Selain itu, pemakaian TON untuk budidaya
rumput laut juga akan membantu mengikat senyawa – senyawa dan unsur –
unsur berbahaya dalam perairan. Senyawa – senyawa dan unsur-unsur ini
jika teradsorbsi dalam sistem metabolisme rumput laut, akan mengganggu
pertumbuhan rumput laut dan juga akan menurunkan kualitas hasilnya.
Selain itu jika rumput laut ini akan digunakan untuk bahan makanan, akan
sangat berbahaya bagi yang menkonsumsinya. Kandungan senyawa karbon
aktif dari TON akan sangat membantu untuk mereduksi senyawa-senyawa dan
unsur – unsur berbahaya tersebut.
E. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pemakaian TON (Tambak Organik Nusantara)
Dalam menjalankan budidaya rumput laut, pertama yang harus diperhatikan
adalah pemilihan lokasi budidaya. Sebaiknya lokasi budidaya diusahakan
di perairan yang tidak mengalami fluktuasi salinitas (kadar garam) yang
besar dan bebas dari pencemaran industri maupun rumah tangga. Selain itu
pemilihan lokasi juga harus mempertimbangkan aspek ekonomis dan tenaga
kerja.
Budidaya rumput laut dapat dilakukan di
areal pantai lepas maupun di tambak. Dalam pembahasan sekarang ini kita
akan menekankan pada budidaya di tambak. Hal ini mengingat peran TON
yang tidak efektif jika diperairan lepas (pantai). Untuk budidaya
perairan lepas dibedakan dalam beberapa metode, yaitu :
1. Metode Lepas Dasar
Dimana cara ini dikerjakan dengan mengikatkan bibit rumput laut pada
tali – tali yang dipatok secara berjajar – jajar di daerah perairan laut
dengan kedalaman antara 30 – 60 cm. Rumput laut ditanam di dasar
perairan.
2. Metode Rakit
Cara ini dikerjakan di perairan yang kedalamannya lebih dari 60 cm.
Dikerjakan dengan mengikat bibit rumput di tali – tali yang diikatkan di
patok – patok dalam posisi seperti melayang di tengah – tengah
kedalaman perairan.
3. Metode Tali Gantung
Jika dua metode di atas posisi bibit – bibit rumput laut dalam posisi
horizontal (mendatar), maka metode tali gantung ini dilakukan dengan
mengikatkan bibit – bibit rumput laut dalam posisi vertikal (tegak
lurus) pada tali – tali yang disusun berjajar.
Pemakaian TON dengan 3 cara di atas hanya
dapat dilakukan dengan sistem perendaman bibit. Karena jika TON
diaplikasikan di perairan akan tidak efektif dan akan banyak yang hilang
oleh arus laut. Metode perendaman bibit dilakukan dengan cara :
1. Larutkan TON dalam air laut yang ditempatkan dalam wadah .
2. Untuk 1 liter air laut diberikan seperempat sendok makan (5 – 10 gr) TON dan tambahkan 1 – 2 cc Hormonik.
3. Rendam selama 4 – 5 jam, dan bibit siap ditanam.
Pemakaian TON akan sangat efektif jika
diaplikasikan dalam budidaya rumput laut di tambak. Cara budidaya di
tambak ini dapat dilakukan dengan metode tebar. Caranya adalah sebagai
berikut :
1. Tambak harus dilengkapi saluran pemasukan dan pengeluaran.
2. Tambak dikeringkan dahulu.
3. Taburkan kapur agar pH-nya netral ( 0,5 – 2 ton per-hektar tergantung kondisi keasaman lahan).
4. Diamkan selama 1 minggu.
5. Aplikasikan TON, dengan dosis 1 – 5 botol per-hektar (untuk daerah –
daerah yang tingkat pencemarannya tinggi, dosisnya ditinggikan), dengan
cara dilarutkan dengan air dahulu, kemudian disebar secara merata di
dasar tambak.
6. Diamkan 1 hari
7. Masukkan air sampai ketinggian 70 cm.
8. Tebarkan bibit rumput laut yang sudah direndam dengan TON dan
hormonik seperti cara perendaman di atas. Dengan kepadatan 80 – 100
gram/m2.
9. Bila dasar tambak cukup keras, bibit dapat ditancapkan seperti penanaman padi.
10. Tidak perlu ditambah pupuk makro.
F. Pemeliharaan dan aplikasi TON (Tambak Organik Nusantara) susulan.
Selama budidaya, harus dilakukan pengawasan secara kontinyu. Khusus
untuk budidaya di tambak harus dilakukaan minimal 1 – 2 minggu setelah
penebaran bibit, hal ini untuk mengontrol posisi rumput laut yang
ditebar. Biasanya karena pengaruh angin, bibit akan mengumpul di areal
tertentu, jika demikian harus dipisahkan dan ditebar merata lagi di
areal tambak.
Kotoran dalam bentuk debu air (lumpur
terlarut/ suspended solid) sering melekat pada tanaman, apalagi pada
perairan yang tenang seperti tambak. Pada saat itu, maka tanaman harus
digoyang – goyangkan di dalam air agar tanaman selalu bersih dari
kotoran yang melekat. Kotoran ini akan mengganggu metabolisme rumput
laut. Beberapa tumbuhan laut seperti Ulva, Hypea, Chaetomorpha, dan
Enteromorpha sering membelit tanaman. Tumbuhan – tumbuhan tersebut harus
segera disingkirkan dan dipisahkan dari rumput laut agar tidak
menurunkan kualitas hasil. Caranya dengan mengumpulkannya di darat. Bulu
babi, ikan dan penyu merupakan hewan herbivora yang harus dicegah agar
tidak memangsa rumput laut. Untuk menghindari itu biasanya dipasang
jaring disekeliling daerah budidaya. Untuk budidaya di tambak di lakukan
dengan memasang jaring di saluran pemasukan dan pengeluaran.
G. Pemanenan
Pada tahap pemanenan ini harus diperhatikan cara dan waktu yang tepat
agar diperoleh hasil yang sesuai dengan permintaan pasar secara kualitas
dan kuantitas.
Tanaman dapat dipanen setelah umur 6 – 8
minggu setelah tanam. Cara memanen adalah dengan mengangkat seluruh
tanaman rumput laut ke darat. Rumput laut yang dibudidayakan di tambak
dipanen dengan cara rumpun tanaman diangkat dan disisakan sedikit untuk
dikembangbiakkan lebih lanjut. Atau bisa juga dilakukan dengan cara
petik dengan memisahkan cabang – cabang dari tanaman induknya, tetapi
cara ini akan berakibat didapatkannya sedikit keraginan dan pertumbuhan
tanaman induk untuk budidaya selanjutnya akan menurun.
Jika rumput laut dipanen pada usia
sekitar satu bulan, biasanya akan diperoleh perbandingan berat basah dan
berat kering 8 : 1, dan jika dipanen pada usia dua bulan biasanya akan
didapat perbandingan 6 : 1. Untuk jenis gracilaria biasanya diperoleh
hasil panen sekitar 1500 – 2000 kg rumput laut kering per- hektarnya.
Diharapkan dengan penggunaan TON (Tambak Organik Nusantara) akan
meningkat sekitar 30 – 100 %.