Minggu, 24 November 2019

Faktor Yang Mempengarui Perkembangan Larva

1) Air

Menurut Naas et.al ( 1992) peran penting fitoplankton sebagai penyusun air hijau adalah dalam hal membantu benih untuk mendapatkan pakan karena partikel-partikel terlarut (plankton) menyebabkan peningkatan kontras penglihatan bagi benih, sehingga mangsa dapat terdeteksi. Air hijau dapat meningkatkan peluang tertangkapnya pakan untuk menangkap pakan yang berakibat lanjut pada kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih.

Air hijau mampu menekan sisa metabolisme berupa total amonia di dalam air. Sebaliknya menurut Tamaru et.al ( 1994 ) bahwa air hijau terjadi paradoks yaitu nilai total amoniak senantiasa lebih tinggi dari air jernih. Total amonia bagi ikan mas yang mematikan adalah 2 ppm.

Untuk mengurangi amoniak pada wadah pemeliharaan benih, dilakukan penyiponan kotoran berupa sisa pakan atau kotoran ikan. Penyiponan kotoran dilakukan setiap hari atau sesuai dengan tingkat kebersihan air pemeliharaan larva. Air yang dikeluarkan selama penyiponan selanjutnya diganti dengan air bersih.

2) Cahaya

Intensitas cahaya sangat berperan terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan berbagai benih ikan terutama benih ikan yang bersifat ’vision feeding’ yaitu benih yang mengandalkan penglihatan dalam menangkap pakan. Akan tetapi lain halnya bagi ikan yang mempunyai alat deteksi lain selain mata. Sebagian besar ikan menyukai intensitas cahaya yang rendah dan aktif mencari makan.

3) Pengelolaan kualitas air

Pengelolaan kualitas air bertujuan untuk menyediakan lingkungan hidup yang optimal bagi larva untuk bisa hidup, berkembang, dan tumbuh sehingga diperoleh kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva yang maksimum. Bentuk kegiatan pengelolaan air dalam wadah pemeliharaan larva antara lain pemberian dan pengaturan aerasi, pemeriksaan/pemantauan kualitas air dan pergantian air. Pemberian aerasi dilakukan untuk meningkatkan kadar oksigen dalam air wadah pemeliharaan. Untuk meningkatkan difusi oksigen, udara yang dimasukkan ke dalam air dibuat menjadi gelembung kecil dengan bantuan batu aerasi. Oleh karena itu, beberapa faktor untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas aerasi perlu diperhatikan 1) kekuatan (tekanan dan volume) aerasi, 2) jumlah titik aerasi,

3) kedalaman titik aerasi dalam badan air. 


Untuk mempertahankan kondisi kualitas air optimum, maka dilakukan pemantauan/pemeriksaan kualitas air pada suhu, salinitas, DO, pH dan kualitas air lainnya. Apabila kualitas air dalam wadah pemeliharaan larva sudah tidak memenuhi persyaratan optimum, maka dilakukan perbaikan kualitas air dengan pergantian air.

Pergantian air media pemeliharaan larva bertujuan untuk membuang feses, metabolit amonia, CO2, dan sebagainya keluar wadah pemeliharaan. Bahan yang tidak bermanfaat dan bahkan merugikan bagi larva tersebut akan tersedimentasi di dasar wadah pemeliharaan. Untuk mengeluarkan bahan tersebut dilakukan dengan cara menyipon dan membuangnya ke luar wadah. Air yang terbuang diganti dengan air baru sehingga lingkungan pemeliharaan larva kembali optimal. Penyiponan di dasar wadah harus dilakukan secara hati-hati agar larva tidak ikut tersedot keluar, kecuali untuk larva yang lemah dan akan mati serta larva yang sudah mati.


4) Suhu dan Oksigen


Tingkat konsumsi oksigen semakin tinggi dengan meningkatnya suhu. Hal ini terjadi karena perubahan suhu lingkungan dapat mempengaruhi sebagian besar proses fisiologi yang terjadi dalam tubuh ikan, sehingga tingkat konsumsi oksigenpun meningkat. Pada suhu yang dapat ditolerir oleh ikan, konsumsi oksigen sering bertambah secara teratur dengan bertambahnya suhu lingkungan. Peningkatan suhu 10oC menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen 2-3 kali lipat .

Konsumsi oksigen pada suhu 27oC adalah 0,47 mgO2./jam. lebih rendah jika dibandingkan pada suhu 33 oC yaitu sebesar 0,67 mgO2./jam. Menurut Schmit – Nelsen ( 1990) sebagian besar hewan hewan berdarah dingin ( poikiloterm ) semakin tidak aktif pada suhu yng menurun. Konsumsi oksigen metabolisme standar pada larva ikan baung adalah 0,47-0,67 mgO2./jam, ikan rainbouw 0,50 mgO2./jam, ikan lele Afrika 0,12 mgO2./jam, ikan grass carp 0,17 mgO2./jam, ikan mas 0,29 mgabO2./jam. Perbedaan konsumsi oksigen disebabkan oleh suhu, tingkat metabolisme serta jenis dan ukuran ikan.

Pada pemeliharaan larva ikan, suhu media pemeliharaan harus stabil baik siang maupun malam. Agar suhu media pemeliharaan tetap stabil, perlu menggunakan automatic heather. Sedangkan untuk meningkatkan oksigen terlarut, pada media pemeliharaan di pasang aerasi. Aerasi dan automatic heather dipasang selama pemeliharaan larva ikan. 

5) pH air

pH merupakan hasil metabolisme yang terdapat dalam perairan. pH perairan merupakan jumlah ion hidrogen yang terdapat di dalam perairan. Dengan kata lain nilai pH suatu perairan akan menunjukkan apakah air bereaksi asam atau basa. Nilai pH air optimal untuk mendukung kehidupan ikan dan kultur pakan alami (fitoplankton) berkisar antara 6,5 – 8,5 

6) Ammonia

Ammonia merupakan salah satu produk penguraian bahan organik yang dilakukan oleh bakteri yang dilakukan pada perairan anaerob atau kurangnya kandungan oksigen terlarut dalam air. Bahan organik diuraikan oleh nitrobakter dan salah satu menghasilkan amoniak. Di dalam air ammonia mempunyai dua bentuk senyawa yaitu senyawa ammonia bukan ion (NH3) dan berupa ion amonium (NH4+). Selanjutya amonium dirombak lagi oleh nitrosomonas menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat.

Dalam kaitannya dengan usaha pemeliharaan ikan air tawar, NH3 akan dapat meracuni ikan sedangkan NH4+ tidak berbahaya kecuali dalam konsentrasi sangat tinggi. Konsentrasi NH3 yang tinggi biasanya terjadi setelah fitoplankton mati kemudian diikuti dengan penurunan pH air disebabkan konsentarsi CO2 meningkat.

Batas pengaruh yang mematikan ikan apabila konsentarsi NH3 pada perairan tidak lebih dari 1 ppm karena dapat menghambat daya serap hemoglobin darah terhadap oksigen dan ikan akan mati karena sesak napas.

Perombakan senyawa nitrogen pada perairan aerob akan menghasilkan senyawa nitrat yang dapat diserap oleh organisme nabati sampai menjadi senyawa organik berupa protein

Larva ikan bawal pertama sekali menetas, mengendap di dasar air. Beberapa jam setelah menetas gerakan larva ikan bawal vertikal yaitu dari dasar berenang ke permukaan kemudian turun ke bagian dasar wadah pemeliharaan larva sampai umur 2 hari. selanjutnya hari ke 3 larva ikan bawal sudah berenang lurus. Kuning telur (yolk sack ) larva ikan bawal
akan habis pada umur 4-5 hari.

Pada hari yang ke 5 atau ke 6, larva ikan bawal diberi makan pakan alami. Pakan alami yang cocok dengan bukaan mulut larva ikan bawal adalah infusoria, artemia dan sebagainya. pada umumnya larva di berikan pakan alami artemia. Artemia memiliki ukuran relatif kecil, gerakan lambat, mengandung protein yang tinggi dan gampang di cerna. Selain itu jumlah artemia dapat di tetaskan sesuai dengan kebutuhan larva. Pemberian pakan larva ikan bawal dapat dilakukan 3-5 kali sehari. Jumlah pakan yang diberikan secukupnya, artinya saat pemberian pakan diamati. Jika larva telah kenyang yang ditandai dengan perut larva berwarna kuning maka pemberian pakan diberhentikan dan sebaliknya.

Larva ikan bawal hasil penetasan dipelihara selama 14 hari, sebelum masuk ke kolam pendederan. Pemeliharaan larva merupakan kegiatan yang paling menentukan dalam keberhasilan usaha pembenihan. Hal ini disebabkan karena fase larva adalah fase kritis dalam siklus hidup ikan, sehingga pemeliharaan larva membutuhkan ketekunan. Terdapat beberapa kegiatan penting yang harus dilakukan sebelum dan selama pemeliharaan larva, diantaranya adalah penyiapan peralatan dan wadah pemeliharaan, penebaran benih (larva) dalam bak pemeliharaan, pemberian pakan, pemantauan kualitas air dan sampling larva yang dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan larva yang dipelihara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA CBIB - Cara Budidaya ...