Pakan Mandiri, Penyelamat di Kala Bahan Baku Impor Mahal
Penggunaan pakan mandiri sebagai pakan utama untuk produksi perikanan budidaya terus didorong untuk dilakukan oleh para pelaku usaha budidaya perikanan di seluruh Indonesia. Kampanye itu semakin gencar dilakukan Pemerintah, didasarkan pada pertimbngan bahwa pakan memegang peranan penting dalam proses produksi perikanan budidaya.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto di Jakarta, pekan lalu mengatakan, penggunaan pakan untuk produksi bisa menghabiskan 70 persen dari total ongkos produksi. Hal itu bisa terjadi, karena selama ini pelaku usaha banyak yang bergantung pada pakan yang berasal dari bahan baku impor.
baca : Mampukah Indonesia Penuhi Kebutuhan Pakan pada 2019?
Untuk itu, menurut Slamet, pakan mandiri menjadi solusi yang tepat untuk mengurangi ketergantungan pada pakan impor, dan sekaligus juga menekan biaya produksi untuk perikanan budidaya. Cara seperti itu, diyakini akan meningkatkan kesejahteraan pembudidaya ikan yang menjadi ujung tombak dari industri perikanan budidaya nasional.
“Keluhan dari pembudidaya selama ini karena mahalnya ongkos produksi, dan sebagian besar dihabiskan untuk pembelian pakan,” ucapnya.
Saat ketergantungan pada pakan impor belum juga habis, Slamet mengungkapkan, harga pakan yang menggunakan bahan baku impor perlahan mulai mengalami kenaikan seiring terus berlangsungnya fluktuasi nilai rupiah terhadap dolar Amerika. Kenaikan tersebut, dirasakan pelaku usaha sebagai tekanan baru, karena rentang kenaikannya ada di kisaran 7-10 persen dari harga sebelumnya.
“Jadi, karena fluktuasi nilai rupiah terhadap dolar AS, harga bahan baku impor juga mengalami kenaikan. Ini yang menjadi keluhan pelaku usaha,” tuturnya.
Pangkas Biaya
Oleh karena itu, Slamet meminta kepada para pembudidaya perikanan untuk mulai menggunakan pakan mandiri yang bahan bakunya berasal dari dalam negeri. Penggunaan pakan mandiri, diyakini akan bisa memecahkan persoalan mahalnya pakan yang berasal dari bahan baku impor selama ini.
“Pada saat kondisi ekonomi begini, saya meminta pembudidaya untuk mulai beralih menggunakan pakan mandiri yang memang 100 persen tidak mengandalkan impor bahan baku, sehingga harga stabil dan jauh lebih murah,” jelasnya.
Menurut Slamet, setelah harga pakan pabrikan mengalami kenaikan signifikan dan pelaku usaha mulai beralih ke pakan mandiri, di saat yang sama itu berhasil meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Alhasil, perbedaan ongkos produksi dengan nilai jual pun pada akhirnya bisa ditekan sebesar mungkin dan membuat margin keuntungan pembudidaya meningkat lagi hingga ada di kisaran Rp4.000-Rp5.000 per kilogram hasil produksi.
Selain karena harga yang naik signifikan, Slamet mengatakan, dorongan untuk beralih ke pakan mandiri, juga muncul karena kebutuhan pakan semakin tinggi pada masa mendatang. Jika masih bergantung pada ketersediaan pakan pabrikan, dia sangat yakin kebutuhannyan tidak akan tercukupi. Untuk itu, pemakaian pakan mandiri bisa menjadi pilihan solusi yang tepat dan pas.
Menurut Slamet, besarnya kebutuhan pakan yang terus meningkat dari waktu ke waktu, ternyata tidak diiringi dengan harga pakan yang terjangkau di pasaran dan justru harga terus mengalami kenaikan. Akibatnya, usaha perikanan budidaya dari waktu ke waktu terus mengalami penurunan efisiensi.
“Kondisi ini, sebenarnya karena dipicu oleh keterbatasan industri pakan dalam memanfaatkan bahan baku lokal untuk dijadikan pakan ikan, sehingga mau tidak mau industri masih bergantung pada bahan baku pakan impor, terutama tepung ikan,” jelasnya.
Belum kompetitifnya harga pakan di pasaran, menurut Slamet, menyebabkan isu tersebut kini bukan lagi menjadi isu nasional yang dikonsumsi di dalam negeri saja. Namun juga, saat ini sudah menjadi isu global yang menjadi salah satu faktor pembatas utama dalam bisnis akuakultur di dunia.
Dalam kaitan dengan hal itu, Slamet menyebut, organisasi pangan dunia PBB (FAO) mulai melibatkan diri dan saat ini sudah melihat bahwa isu pakan harus menjadi isu trans-nasional dan mendesak dicarikan solusi. Dengan demikian, upaya dalam mewujudkan ketahanan pangan global melalui pengembangan akuakultur akan mampu tercapai. Di sisi lain, Indonesia menjadi negara pertama yang mengembangkan pakan mandiri untuk kebutuhan pakan produksi budidaya perikanan.
Lebih jauh, Slamet menuturkan, agar penggunaan pakan mandiri bisa terus diminati para pelaku usaha budidaya perikanan, pihaknya melakukan kampanye di berbagai daerah yang bertujuan untuk meningkatkan animo para pelaku usaha. Upaya tersebut kini mulai membuahkan hasil, karena semakin banyak daerah yang menggunakan pakan mandiri sebagai pakan utama untuk produksi budidaya ikan.
Animo Daerah
Geliat tersebut, menurut Slamet, dari hari ke hari semakin bergairah dan memberikan dampak yang positif untuk perikanan budidaya secara nasional. Salah satu daerah yang memperlihatkan gairah itu, di antaranya adalah Kabupaten Pasuruan di Jawa Timur. Di sana, ada kelompok masyarakat yang sukses berinovasi mengembangkan pakan mandiri.
“Itu memberikan dampak bagi peningkatan pendapatan pembudidaya di sekitarnya. Namun, daerah yang mengembangkan pakan mandiri harus tetap memakai standar nasional Indonesia (SNI) untuk menjaga kualitas dan penggunaan bahan baku lokal,” ucap dia.
Slamet menambahkan, penggunaan pakan mandiri oleh para pembudidaya ikan di Kabupaten Pasuruan, berdampak positif hingga memicu kenaikan nilai pendapatan budidaya yang diakibatkan terus terjadinya efisiensi produksi. Kondisi itu, diyakini akan terus berlangsung karena pakan mandiri bisa menekan biaya produksi sebanyak mungkin.
Praktisi pakan mandiri asal Pasuruan Kafri Anggriawan menjelaskan, sejak harga pakan pabrikan mengalami kenaikan signifikan, para pembudidaya di daerah tersebut langsung beramai-ramai beralih untuk menggunakan pakan mandiri. Selain lebih murah, kebutuhan pakan juga bisa didapatkan dengan mudah karena bahan baku berasal dari daerah tersebut.
“Kita menyediakan suplai kebutuhan pakan ke banyak pembudidaya ikan, dan responnya sangat positif,” tegasnya.
Menurut Kafri, setelah banyak pembudidaya yang merasakan manfaatnya, respon terhadap penggunaan pakan mandiri semakin tinggi dan terus meningkat dari hari ke hari. Kenaikan itu, tidak lepas dari fakta bahwa pakan mandiri memiliki kualitas dan performa yang tak beda jauh dengan pakan pabrikan.
Sebagai perbandingan, saat ini harga pakan pabrikan ada di kisaran Rp10.000-Rp11.000 per kilogram, sementara harga pakan mandiri dijual di kisaran Rp4.000-Rp5.000 per kg. Perbandingan tersebut, menjelaskan bagaimana harga pakan mandiri bisa menekan biaya produksi budidaya perikanan dengan signifikan.
“Dengan menggunakan pakan mandiri rata-rata pembudidaya dapat merasakan nilai tambah hingga Rp6.000 per kg hasil produksi. Sebelum menggunakan pakan mandiri, pembudidaya sangat jarang mendapat nilai tambah optimum seperti saat ini,” tambahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar