Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama
- Perairan umum daratan memegang peranan penting bagi industri perikanan nasional sejak lama. Salah satunya, karena perairan tersebut bisa menghasilkan komoditas perikanan bernilai ekonomi tinggi dan disukai masyarakat
- Berbeda dengan perairan umum di laut yang sudah memiliki regulasi, perairan umum di darat hingga saat ini belum memiliki regulasi yang jelas. Untuk itu, perlu didorong penerbitan regulasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan agar bisa mengatur dan mengelola perairan umum daratan dengan baik
- Di Indonesia, perairan umum daratan bisa dijumpai di ekosistem sungai, waduk, dan danau yang luas keseluruhannya mencapai 13,85 juta hektare. Luasan tersebut menyebar di hampir seluruh wilayah pulau dan kepulauan di Indonesia
- Salah satu manfaat pengelolaan perairan umum daratan, adalah penyelamatan ikan endemik yang terancam punah. Di Indonesia, terdapat ikan sidat, arwana, dan belida yang statusnya terancam punah. Ikan-ikan tersebut, mendiami ekosistem di sungai, waduk, dan danau, serta menjadi buruan warga karena rasanya yang lezat
Indonesia memerlukan sebuah kebijakan yang bisa mengatur dan mengelola perairan umum daratan secara baik. Kehadiran regulasi seperti itu, sangat penting untuk dimunculkan, karena perairan umum daratan menghasilkan komoditas ekonomi yang penting. Tanpa ada pengelolaan yang baik, komoditas yang dihasilkan dari perairan umum daratan lambat laun akan habis sumber dayanya.
Demikian diungkapkan Kepala Pusat Riset Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Waluyo Sejati Abutohir belum lama ini di Bandung, Jawa Barat. Menurut dia, dengan adanya kebijakan khusus, maka itu sama saja dengan memberikan perlindungan kepada masyarakat yang menjadikan perairan umum daratan sebagai mata pencaharian mereka.
“Saat ini sedang disusun draf keputusan menteri kelautan dan perikanan tentang kawasan pengelolaan perikanan untuk perairan umum daerah (KPPU-PUD),” ucap dia dalam keterangan resmi yang diterima Mongabay Indonesia.
Waluyo mengatakan, untuk saat ini penyusunan draf sudah memasuki tahap finalisasi dan diharapkan bisa untuk segera disahkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Tahapan tersebut menjadi penting, karena di masa mendatang keberadaan permen akan menjadi kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan daratan di seluruh Indonesia.
Menurut Waluyo, dibandingkan dengan perairan laut beserta sumber daya ikan di dalamnya, perairan umum daratan hingga saat ini dinilai masih tertinggal dalam pengelolaannya. Hal itu terbukti dengan adanya pengaturan wilayah pengelolaan perikanan RI (WPPRI) yang mengatur wilayah laut Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dan dari Miangas sampai pulau Rote.
“Sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur kawasan perairan umum daratan. Keberadaan Keputusan Menteri tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Perairan Umum Darat (KPP-PUD) sangat penting, karena Indonesia memiliki wilayah perairan umum daratan yang luasnya sekitar 13,85 juta hektare,” ungkapnya.
Ekosistem Daratan
Luasan perairan umum daratan tersebut, kata Waluyo, terdiri dari ekosistem sungai dan dataran banjir, danau, dan danau buatan manusia atau waduk yang tersebar di pulau-pulau kepulauan seperti Kalimantan, Sumatera, Papua, Sulawesi dan Jawa, Bali, dan Pulau Nusa Tenggara. Keragaman wilayah tersebut, penting untuk bisa dikelola dengan baik dan sesuai dengan ekosistem masing-masing.
Dengan terbitnya permen KP nanti, Waluyo menyebutkan, itu akan menjadi payung dalam pengelolaan perikanan nasional yang mengatur pemanfaatan perikanan umum daratan. Caranya, melalui perencanaan tata ruang, persiapan rencana pengelolaan perikanan (RPP), konservasi, budi daya ikan, penelitian dan pengembangan perikanan.
“Sesuai dengan kode etik internasional untuk perikanan yang bertanggung jawab di Indonesia,” tegas dia.
Pada 2010, Komisi Nasional Plasma Nutfah Indonesia pernah melaporkan bahwa perairan umum daratan yang ada di Indonesia mengandung kekayaan plasma nutfah ikan yang jenisnya sangat banyak. Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa jumlahnya mencapai 25 persen dari semua jumlah jenis ikan yang ada di dunia.
Perkiraan tersebut, kemudian dipertegas oleh lembaga pangan dunia PBB (FAO) yang melaporkan bahwa di perairan umum daratan Indonesia terdapat 2.000 jenis ikan. Keragaman tersebut, mengharuskan adanya sinergi lintas sektor dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya ikan yang ada dalam perairan umum daratan.
Dengan cara demikian, maka FAO meyakini kalau pengelolaan dengan cara multi sektor akan menjaga habitat dan kelestarian sumber daya ikan. Meskipun, di saat yang sama ada kegiatan dari berbagai sektor pada wilayah perairan umum daratan.
National Project Manager I-Fish FAO Ateng Supriatna mengatakan, sinergi antar lembaga yang dibangun Pemerintah Indonesia bersama FAO, bertujuan untuk membangun prinsip pengelolaan perikanan perairan umum darata sesuai dengan kaidah yang ada dan mengikuti prinsip keberlanjutan. Salah satu yang jadi perhatian, adalah pengelolaan beberapa jenis ikan yang terancam punah.
Diketahui, I-FISH adalah proyek FAO bersama KKP untuk pengarusutamaan konservasi keanekaragaman hayati perairan umum daratan dan pemanfaatan berkelanjutan perairan umum daratan terhadap ekosistem perairan tawar yang bernilai tinggi. Proyek tersebut sudah dimulai sejak 2016 dan memiliki tujuan untuk memperkuat kerangka pengelolaan, pemanfaatan keanekaragaman sumber daya perikanan daratan.
Selain itu, menurut Ateng Supriatna, tujuan dari I-Fish adalah untuk meningkatkan perlindungan terhadap ekosistem perikanan darat yang bernilai tinggi. Saat ini, I-FISH memiliki lima wilayah demonstrasi, dengan target ikan bernilai tinggi di masing-masing wilayah demonstrasi, yakni: Sidat di Jawa (Cilacap dan Sukabumi), Arwana dan perikanan Beje di Kalimantan (Barito Selatan dan Kapuas), serta Belida di Sumatera (Kampar).
Ikan Endemik
Upaya penyelamatan ikan endemik yang terancam punah, memang menjadi fokus dari KKP sejak lama. Salah satunya, adalah ikan sidat yang habitat utamanya ada di sungai Musi di pulau Sumatera. Ikan tersebut, dari waktu ke waktu terus menurun jumlahnya, karena selalu menjadi buruan warga di sekitar Sumatera dan menjadi bahan baku utama pembuatan penganan terkenal pempek.
Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto, jika perburuan terus dilakukan tanpa dibarengi dengan perlindungan, dalam beberapa tahun ke depan ikan endemik di sungai Musi dipastikan akan hilang alias punah. Untuk itu, agar ancaman itu tidak datang, dia meminta semua pihak untuk bisa ikut melestarikan ikan endemik yang saat ini masih ada di sungai Musi.
Slamet menerangkan, terus menurunnya populasi ikan belida, disebabkan karena penangkapan ikan tersebut dilakukan tanpa jeda oleh masyarakat di sekitar sungai. Ikan tersebut jadi buruan, karena biasa digunakan oleh warga sebagai bahan baku pembuatan makanan khas Sumatera Selatan, pempek. Ikan tersebut menjadi buruan karena dikenal dengan dagingnya yang lezat.
Agar ancaman punah bisa dihalau, Slamet menyebut kalau KKP terus melakukan restocking ikan Belida ke dalam sungai. Untuk melaksanakan restocking, Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Jambi bertanggung jawab untuk menyediakan benih ikan endemik yang diperlukan. Setelah dilakukan penebaran benih, masyarakat di sekitar sungai Musi, dan umumnya di Sumatera Selatan diharapkan bisa menjaga kelestarian sungai dan isinya.
“Penting untuk dilakukan pengaturan jadwal penangkapan ikan pada musim-musim tertentu dan dilakukan secara selektif,” tutur dia.
Sementara, Peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Haryono mengatakan, penurunan yang terus terjadi pada populasi ikan endemik lokal, bisa terjadi karena hingga saat ini pengawasan terhadap ikan tersebut masih belum seaktif pengawasan ikan yang ada di perairan laut.
Menurut Haryono, ikan yang tumbuh di air tawar, bisa ditemukan di habitat air yang mengalir (lotik) seperti sungai, dan air yang menggenang (lentik) seperti danau, waduk, dan rawa. Di Indonesia, total luas perairan umum daratan mencapai 55 juta ha. Dengan rincian, luas perairan sungai 11,95 juta ha, perairan danau/waduk 2,1 juta ha, dan perairan rawa 39,4 juta ha.
“Perairan umum daratan air tawar ini terutama ada di pulau Kalimantan dan Sumatera,” ucap dia.
Dengan luasan seperti itu, Haryono menyebut, ikan bisa berkembang dengan baik, namun faktanya justru terdapat sejumlah ikan endemik yang populasinya mulai terancam. Ikan jenis tersebut, biasanya tersebar pada wilayah geografis atau habitat yang terbatas. Selain ikan endemik, ada juga ikan asli atau lokal, ikan langka, ikan terancam punah, ikan introduksi, dan ikan invasif.
Di Indonesia, kata Haryono, total ada 4.782 spesies ikan asli Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah perairan. Dari jumlah tersebut, ikan air tawar memiliki 1.248 spesies, ikan laut dengan 3.534 spesies, ikan endemik 130 spesies, introduksi 120 spesies, terancam punah 150 spesies, dan invasif sebanyak 13 spesies.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar