Sinyal Pemanfaatan Berlebih pada Komoditas Sidat, Kerapu, dan Kakap
- Tata kelola yang baik untuk mencapai prinsip keberlanjutan dan bertanggung jawab kini menjadi tujuan dari tata kelola perikanan Sidat, Kakap, dan Kerapu. Ketiga komoditas tersebut selama ini sudah menjadi bintang utama untuk kinerja ekspor sektor kelautan dan perikanan
- Salah satu catatan penting yang menjadi sorotan, adalah pemanfaatan ketiga komoditas tersebut harus diatur lebih baik lagi, agar ketersediaan stok di alam bisa tetap terjaga. Khusus untuk Sidat, saat ini gejala overfishing bahkan sudah mulai terlihat
- Untuk mewujudkan tata kelola yang lebih baik, Pemerintah Indonesia sedag menyiapkan dokumen final rancana pengelolaan perikanan (RPP) untuk Sidat, Kakap, dan Kerapu. Dokumen RPP diharapkan akan menjadi panduan untuk pengelolaan dan pemanfaatan tiga komoditas tersebut
- Di sisi lain, RPP diperlukan di Indonesia, karena pemanfaatannya selama ini banyak dilakukan dan didominasi oleh nelayan skala kecil dan tradisional. Pemanfaatan itu terutama dilakukan untuk Kakap dan Kerapu
Indonesia masih berjuang keras untuk bisa menata kelola tiga komoditas andalan yang selama ini menjadi bintang utama sektor kelautan dan perikanan nasional. Ketiga komoditas tersebut dinilai harus diberikan strategi yang tepat dalam melaksanakan pengelolaannya.
Tiga komoditas yang dimaksud, adalah ikan Sidat (Anguilla), Kakap (Lutjanidae), dan Kerapu (Epinephelus). Ketiganya memerlukan strategi yang tepat dan terfokus, agar pemanfaatannya bisa lebih baik bagi nelayan dan sekaligus untuk mewujudkan kelestarian dan keberlanjutan.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Zani mengatakan, untuk bisa mendapatkan strategis yang pas, maka diperlukan aturan yang jelas melalui perencanaan yang tepat.
“Supaya tujuan pengelolaan perikanan bisa tercapai dan sektor perikanan tangkap dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi Negara,” jelasnya pekan ini di Jakarta.
baca : Ikan Sidat, Primadona Kuliner Jepang dari Indonesia
Agar peraturan yang dibutuhkan bisa diterbitkan, saat ini Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan rencana pengelolaan perikanan (RPP) yang di dalamnya tercantum status perikanan dan rencana strategis pengelolaan perikanan untuk bidang penangkapan ikan.
Menurut dia, RPP adalah dokumen resmi yang disusun berdasarkan potensi, distribusi, komposisi jenis, tingkat pemanfaatan sumber daya ikan, lingkungan, sosial ekonomi, isu pengelolaan, tujuan pengelolaan perikanan, dan rencana langkah-langkah pengelolaan.
Adapun, dokumen tersebut disusun atas kesepakatan yang terjalin antara Pemerintah dengan para pemangku kepentingan sebagai arah dan pedoman dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya ikan di bidang penangkapan ikan.
Muhammad Zani mengatakan, pembuatan dokumen tersebut mengacu pada Pasal 7 Ayat 1 huruf a Undang-Undang No.45/2009 tentang Perikanan dan Pasal 5 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.29/2012 tentang Pedoman Penyusunan RPP di Bidang Perikanan Tangkap. Selain dokumen untuk tata kelola tiga komoditas, sejak 2014 Pemerintah juga sudah menerbitkan 11 RPP wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI) dan 4 RPP untuk jenis ikan. Penerbitan tersebut untuk mewujudkan tata kelola yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
baca juga : Menteri KKP Ubah Kebijakan untuk Tingkatkan Ekspor Ikan Kerapu
Katadromus
Sementara, khusus untuk penyusunan dokumen RPP tentang Sidat, Muhammad Zani menyebutkan bahwa itu adalah bagian dari pelaksanaan amanat dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs).
“Sidat termasuk dalam kateori katadromus, yaitu jenis ikan yang memijah di laut, kemudian bermigrasi ke air tawar sebagai juvenile dan tumbuh berkembang menjadi dewasa, sebelum bermigrasi kembali ke laut untuk memijah,” jelas dia.
Menurut Muhammad Zani, dibuatnya dokumen RPP untuk Sidat, karena selama ini permintaan pasar terhadap ikan tersebut sangatlah tinggi. Akibatnya, kondisi stok Sidat di seluruh dunia kondisinya cenderung terus menurun dan berdampak pada stok yang ada di Indonesia.
“Sidat di perairan Indonesia saat ini mengalami gejala overfishing,” ucap dia.
Dengan kondisi tersebut, Sidat dikhawatirkan akan mengalami nasib yang sama seperti di Eropa, di mana saat ini sudah masuk dalam daftar Appendix II konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam (CITES).
Tanpa dilakukan pengelolaan yang baik, Muhammad Zani mengungkapkan bahwa Sidat di Indonesia kondisinya akan mengekor di Eropa dan di masa mendatang akan menjadi kenangan saja karena mengalami kepunahan.
Selain Sidat, dokumen RPP juga dibuat untuk Kakap, karena komoditas tersebut selama ini sudah berkontribusi dengan memasok sekitar 45 persen kebutuhan Kakap untuk diperdagangkan di pasar dunia selama kurun waktu 2006 sampai 2013.
Sedangkan, Kerapu masuk dalam dokumen RPP, karena Indonesia sampai sekarang masih berstatus sebagai negara utama penghasil Kerapu terbesar keempat di dunia. Untuk kedua komoditas ini, Indonesia tercatat menjadi negara eksportir terbesar keenam untuk nilai dan kesembilan untuk volume.
“Nilai ekspor hasil perikanan Kakap tahun 2018 sebesar Rp201 miliar, sedangkan perikanan Kerapu sebesar Rp571 miliar,” sebut dia.
perlu dibaca : Menjaga Kelestarian Rajungan, Kakap, dan Kerapu
Di luar sumbangan untuk devisa Negara, Muhammad Zani menambahkan bahwa perikanan Kakap dan Kerapu juga menjadi sangat penting, karena selama ini sekitar 90 persen nelayan kecil yang ada di seluruh Indonesia banyak memanfaatkannya untuk sumber kehidupan mereka.
Tentang gejala overfishing yang sudah mulai terlihat di Indonesia, Muhammad Zani menjelaskan bahwa itu diakibatkan terus meningkatnya permintaan pasar terhadap Kakap dan Kerapu, terutama untuk yang berukuran di bawah layak tangkap (length of first mature).
“Ini menyebabkan laju eksploitasi yang semakin meningkat dan berdampak pada penurunan stok sumber daya ikan Kakap dan Kerapu di alam,” tutur dia.
Agar tidak terjadi overfishing untuk tiga komoditas di atas, Pemerintah Indonesia ingin tata kelola pemanfaatan Sidat, Kakap, dan Kerapu bisa dilakukan lebih baik lagi dan mengadopsi prinsip berkelanjutan untuk menjaga kelestarian stok yang ada di alam.
Pedoman
Untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya perikanan Sidat, Kakap, dan Kerapu, Muhammad Zani berharap Pemerintah bisa menetapkan RPP tiga komoditas tersebut. Dengan demikian, dokumen tersebut bisa menjadi pedoman pelaksanaan kebijakan dan program terintegrasi.
Adapun, Rancangan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang RPP Sidat dan RPP Kakap dan Kerapu saat ini sudah melalui rangkaian tahapan penyusunan RPP sesuai dengan rujukan Permen KP 29/2012. Seperti pembentukan tim, penyusunan dokumen awal, konsultasi publik, penyusunan dokumen akhir, dan penetapan RPP oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.
“Untuk RPP perairan darat diatur dalam Permen KP Nomor 29/2016 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan di Bidang Penangkapan Ikan untuk Perairan Darat,” tambah dia.
Khusus untuk RPP Sidat, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Trian Yunanda menjelaskan bahwa terdapat tujuh strategi pengelolan yang akan dituangkan dalam RPP. Ketujuhnya adalah adalah sumber daya perikanan Sidat, lingkungan sumber daya Sidat, teknologi penangkapan Sidat, sosial, ekonomi, tata kelola, dan pemangku kepentingan.
baca juga : Bermasalah di Indonesia Timur, Budidaya Kerapu Sukses di Natuna
Sedangkan, strategi pengelolaan Kakap dan Kerapu rencananya akan dituangkan dalam RPP Kakap dan Kerapu yang di dalamnya mencakup pengelolaan sumber daya ikan Kakap dan Kerapu, sosial ekonomi, dan tata kelola Kakap dan Kerapu.
Menurut Trian, setelah RPP ditetapkan nantinya diharapkan bisa menjadi acuan operasionalisasi lembaga pengelola perikanan yang ada di WPP NRI. Adapun, saat ini terdapat 11 WPP NRI yang tersebar di seluruh Indonesia yang diharapkan bisa bersinergi dengan RPP Sidat dan RPP Kakap Kerapu.
“Saya harap RPP bisa menjadi kebijakan yang tepat dan optimal pemanfaatannya dari segi sumber daya ikan, sosial ekonomi dan lingkungan, serta memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan,” pungkas dia.
Sebelumnya, National Project Manager Organisasi Pangan dan Agrikultur Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) iFish Toufik Alansar menjelaskan bahwa RPP akan membuat pengelolaan dan pemanfaatan Sidat bisa berjalan lebih baik lagi dan berkelanjutan untuk kepentingan ekonomi dan kelestarian di alam.
Menurut Toufik, di dalam dokumen RPP Sidat terdapat arahan untuk pengelolaan perikanan Sidat yang bertanggung jawab. Karenanya dalam penyusunan RPP, prinsip ekologi, biologi, sosial-ekonomi, dan kelembagaan yang mengedepankan kearifan lokal menjadi perhatian utama.
RPP Sidat sendiri tidak lain adalah kesepakatan yang dibuat antara Pemerintah Pusat maupun daerah, pelaku usaha, nelayan, pembudi daya, peneliti, akademisi, dan pemerhati lingkungan. Sebelumnya, sudah ada RPP perikanan Sidat, namun wilayah pemantauannya hanya fokus di sepanjang pantai Selatan Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar