Teknologi Nano Bubble Jadi Jalan Pintas Memulihkan Kualitas Air Sungai, Efektifkah?
- Sungai kotor, bau, dan airnya keruh kerap membuat tak nyaman dan tidak sehat
- Pemerintah memasang sejumlah alat untuk pemulihan kualitas air sungai berteknologi plasma nano bubble generator, termasuk di Tukad Badung, Denpasar, Bali.
- Teknologi ini dinilai jalan pintas untuk memulai pemulihan ekosistem sungai dengan menambah nano oksigen yang diyakini mulai memperlihatkan dampaknya dalam waktu satu bulan
- Namun apa pun canggih teknologi efekti mengatasi pencemaran sungi bila perilaku masyarakat dan industri tetap mencemari sungai dan badan air sampai ke hilir dan ke laut?
Tiga buah alat terpasang di Johanda Juniartha, tim teknis dari Direktorat Pengendalian Pencemaran Air Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Tukad (sungai) Badung, Denpasar, Bali, sejak Rabu (19/6/2019). Berwarna biru, terapung seperti kano, terhubung satu sama lain. Itu adalah teknologi pemulihan kualitas air sungai menggunakan plasma nano bubble generator.
Seperti namanya, ketiga unit alat yang diperkirakan senilai Rp300 juta ini menghasilkan gelembung oksigen (bubble) di dalam air sungai sehingga ekosistem sungai berangsur pulih dan air sungai tak secoklat saat ini. Alat ini dikembangkan Balai Pengembangan Instrumentasi LIPI. Teknologi ini terdiri dari dua sub-sistem, plasma generator dan nano bubble generator.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya datang ke Bali menyaksikan alat ini sebagai bagian dari kampanye Ecoparian pada Kamis (20/6/2019) bersama peserta Pertemuan ke-4 Koordinasi Kelautan Negara-negara Asia Timur (COB-SEA). Mereka mengamati Tukad Badung dan Taman Kumbasari yang setahun terakhir ini giat direvitalisasi oleh Pemerintah Kota Denpasar.
Bagaimana cara kerja teknologi ini?
Pertama, pada permukaan air, pengumpul menangkap oksigen dari udara, lalu masuk ke plasma generator (alatnya terpisah, diletakkan lebih tinggi di sempadan sungai), lalu sebagian oksigen diubah menjadi ozon. Setelah itu, partikel ozon dan oksigen berukuran mikro dan nano dialirkan melalui nano nozzle ke kolom air sebanyak 10 liter/menit.
Tujuannya, ozon bisa menguraikan bau dan zat organik serta membunuh bakteri patogen. Sementara nano bubble generator berfungsi menambah oksigen terlarut dalam kolom air sebanyak 22 meter kubik per jam. Diharapkan dapat mengaktifkan mikroorganisme pengurai di dalam air atau sedimen sungai.
Oksigen berukuran nano itu di lab dapat bertahan di kolom air selama 30 hari. Beda dengan gelembung oksigen biasa yang hanya beberapa menit. Karena itulah, dalam rentang waktu sekitar sebulan itu, maka oksigen gelembung nano bercampur dengan aliran air, bereaksi, dan mengurai pencemar. Sehingga meningkatkan transparansi air, oksigen terlarut, menurunkan bakteri e-coli dan total coloform, dan parameter kualitas air lainnya.
Pemerintah sudah menggunakan teknologi ini di Kali Sentiong-Jakarta Pusat, Kali Bekasi, Danau Maninjau, dan Situ Pladen. Restorasi sungai atau Ecoriverian ini disebut dilakukan juga di Sungai Ciliwung ruas Srengseng Sawah, Sungai Cidadap-Jawa Barat, dan Danau Toba-Sumatera Barat.
“Kami harap harus menangani sampah dari hulu karena berdampak ke pencemaran di laut,” kata Siti Nurbaya. Konsep Ecoriverian ini menurutnya menjadikan sungai sebagai halaman depan, mendorong interaksi publik sehingga tumbuh kesadaran tak buang sampah ke sungai. Menurutnya Bali menunjukkan kebijakan yang baik dalam pengelolaan sampah dan revitalisasi sungai di perkotaan.
Johanda Juniartha, tim teknis dari Direktorat Pengendalian Pencemaran Air KLHK mengingatkan, teknologi seperti jalan pintas untuk mengurangi pencemaran air. Karena idealnya revitalisasi dari hulu. Teknologi ini lebih efektif untuk perairan yang tenang seperti danau atau situ. “Jika arus air dari hulu deras dan air cepat melaju maka nano bubble mengalir ke hilir,” jelasnya. Air yang terdampak di hilir sekitar 50-100 meter dari lokasi alat terpasang. Sangat tergantung pada kondisi sumber air yang diintervensi.
Alat ini menurutnya sulit dipasang di kawasan hulu tanpa akses listrik cukup karena perlu sekitar 1.300 watt untuk tiap unitnya untuk generatornya. Sejauh ini, dari pengalaman pemasangan di tempat lain, dampak yang terasa misalnya pengurangan bau dan mulai hidupnya ekosistem air seperti plankton, udang, dan ikan.
Bagaimana jika di sekitar sungai masih banyak saluran air limbah domestik menuju sungai?
Ini juga bisa membuat alat ini tak efektif karena cemaran masih deras. Ia menunjuk sejumlah saluran limbah domestik seperti saluran got yang mengarah ke sungai Tukad Badung.
Aplikasi Sidarling
Dalam kegiatan ini, Pemkot Denpasar meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Sadar dan Lingkungan (Sidarling), pelayanan bank sampah berbasis web dan mobile. Walikota Denpasar IB Dharmawijaya Mantra mengatakan dari 128 bank sampah, 54 di antaranya sudah bergabung dalam aplikasi ini dengan jumlah nasabah 5111 orang. Aplikasi ini menyediakan penghargaan untuk nasabah yang mencapai poin tertentu. Misal poin 75 ke atas mendapat pelayanan bus sekolah gratis, diskon belanja di beberapa toko, prioritas pelayanan publik seperti KK, KTP, perijinan, dan lainnya.
Menteri LHK dan Walikota menyerahkan kartu Sidarling ke kelompok sekolah peduli lingkungan, manajemen pasar, dan bank sampah. Tak hanya informasi pengelolaan sampah, juga bisa transaksi sampah, dan cari bank sampah terdekat.
Denpasar mengeluarkan kebijakan tentang pengurangan penggunaan kantong plastik sejak 2018. Menurut Walikota, ada indikasi penurunan penggunaan kantong plastik pada toko modern dan pusat perbelanjaan sekitar 99%. Penurunan kresek di pasar tradisional sekitar 54%.
Pemkot memprioritaskan penataan Tukad Badung dengan menata sempadan menjadi tempat santai, semprotan air, tempat duduk, dan taman. Presiden Joko Widodo ketika meresmikan Pasar Badung baru yang berada di samping sungai juga menyempatkan duduk di Tukad Badung menikmati suasananya. Saat itu ia berharap air sungai lebih jernih.
Dua pasar tradisional, pasar Badung dan pasar seni Kumbasari mengapit sungai Tukad Badung. Di malam hari, sungai ini berkelap-kelip lampu warna-warni sehingga sempat disebut Tukad Korea. Tukad artinya sungai dalam bahasa Bali.
Kampanye revitalisasi sungai juga dilakukan komunitas dan LSM. Pada 2014, ada program Sungaiku Bersih Kembali dari siswa, guru, dan PPLH Bali. Ada 44 spot di sepanjang Tukad Badung yang berhasil diidentifikasi tim ini dan sudah dipublikasikan dalam sebuah Peta Hijau. Selain menceritakan kondisi spot-spot penting sekitar Sungai Badung, mereka juga menawarkan alternatif wisata kota dari identifikasi tempat wisata dan bersejarah yang dilalui Tukad Badung.
Dalam publikasi peta hijau ini memang dijelaskan sejumlah lokasi bersejarah Denpasar yang dilalui DAS seperti Pasar Badung, Pasar Seni Kumbasari, kawasan heritage Jalan Gajah Mada, berbagai Pura yang menjadi sumber air suci dari Tukad Badung, dan lainnya.
Juga ada program penilaian kesehatan sungai dengan cara sederhana, melihat indikator hewan-hewan yang hidup di sungai. Cara partisipatif dan menyenangkan karena peserta nyebur langsung ke sungai.
Pengamatan ini disebut bioindikator atau biotilik. Penelitian kimiawi dengan meneliti sampel air di laboratorium dinilai sangat tergantung cuaca dan kondisi perairan. Sementara mengamati hewan-hewan di sungai sebagai indikator kualitas ekosistem dinilai lebih stabil.
Dibekali sejumlah alat bantu yakni jaring untuk menyaring hewan-hewan tak bertulang belakang (invertebrata), kaca pembesar untuk memperjelas identifikasi obyek yang ditemukan, dan pinset untuk membantu memindahkan tanpa melukai karena akan dikembalikan ke sungai. Selain itu baki atau mangkok tempat menaruh hewan amatan, tali untuk mengukur lebar, kedalaman sungai, dan stopwatch ponsel mengukur kecepatan aliran sungai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar