Senjata Pemutus Rantai Penyakit Ikan pada Budi daya Berbasis Kawasan
- Pemerintah Indonesia sedang berupaya menghentikan penyebaran penyakit ikan di tambak yang bisa menjangkiti komoditas udang dan yang lain. Penyakit ikan akan menurunkan kualitas air dan tanah pada tambak dan itu akan mematikan usaha budi daya perikanan untuk komoditas yang dikembangkan
- Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, adalah mengembangkan kegiatan budi daya perikanan berbasis kawasan yang pelaksanaannya mengadopsi prinsip perikanan berkelanjutan. Prinsip tersebut turut menjaga lingkungan, produksi, dan kesejahteraan pembudi daya
- Dengan budi daya perikanan berbasis kawasan, penyakit ikan juga bisa diputus, terutama jika komoditas yang dikembangkan adalah terpilih seperti kakap putih atau nila salin. Khusus kakap putih, makanan yang biasa dikonsumsi ternyata adalah hewan kecil yang ada di tambak dan biasa menjadi penyebar virus
- Segudang manfaat dan keunggulan dari budi daya perikanan berbasis kawasan, diyakini bisa menjadi solusi untuk masa sekarang dan akan datang. Dengan sistem tersebut, perikanan budi daya akan ikut berperan untuk menaikkan produksi ikan secara nasional
Pengembangan perikanan budi daya berbasis kawasan akan memberikan manfaat yang baik untuk lingkungan, manajemen, dan pemasaran komoditas yang sedang dikembangkan. Manfaat utama dari prorgam tersebut, paling terasa adalah terwujudnya prinsip perikanan berkelanjutan dalam kegiatan budi daya. Pada akhirnya, itu bisa menjadi strategi peningkatan produksi ikan secara nasional.
Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebijakto di Jakarta, pekan lalu. Menurut dia, program perikanan budi daya berbasis kawasan memang memiliki manfaat banyak, termasuk bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, Pemerintah Indonesia akan terus menggalakkan program tersebut di semua provinsi.
“Dengan konsep kawasan, prinsip-prinsip budidaya berkelanjutan akan lebih mudah diterapkan,” ungkapnya.
Slamet menjelaskan, dengan menggunakan konsep kawasan, kelompok pembudi daya bisa ikut menjaga lingkungan budi dayanya dengan baik. Dimulai dari menjaga tata letak tambak, pintu masuk air (inlet) dan pintu keluar air (outlet), instalasi pengolahan air limbah (IPAL), bio sekuriti, pemeliharaan hutan bakau (mangrove) untuk pagar hijau, termasuk manajemen pengelolaan secara berkelompok.
Dengan kerja kelompok berbasis kawasan, Slamet menyebutkan, petambak akan terbiasa untuk tidak memikirkan diri sendiri saja, namun juga mengutamakan keberhasilan secara kawasan. Dengan demikian, antara tambak yang satu dengan yang lain akan saling memperhatikan dan saling menjaga. Prinsip tersebut akan menguntungkan semua pemilik tambak budi daya.
Tak cukup di situ, Slamet memaparkan, penerapan budi daya perikanan berbasis kawasan juga akan memudahkan petambak untuk memasarkan produk melalui pengaturan waktu penebaran dan panen. Semua itu, ada pola yang sudah terjadwal untuk mengatur kapan waktu tebar dan panen secara terus menerus.
“Dengan demikian, pasokan (untuk) dapat terpenuhi sesuai kuota dan kualitasnya terjamin. Ini akan memudahkan pemasarannya. Jika ini terjadi, maka yakinlah pembeli yang akan datang ke sini,” tuturnya.
baca : Benteng Pertahanan Negara dari Serangan Penyakit Udang
Rantai Penyakit
Tujuan lain dari pengembangan budi daya berbasis kawasan, selain menggunakan komoditas andalan seperti udang, adalah untuk memutus mata rantai penyakit dan mengembalikan kualitas tanah beserta lingkungan tambak. Terutama, tambak-tambak yang sudah lama tidak aktif dan kualitasnya sudah menurun karena terpapar penyakit.
“Kemudian, tambak idle kembali produktif dan kegiatan ekonomi masyarakat juga terus berlanjut,” terang dia.
Agar tujuan bisa tercapai dengan baik, Slamet mengatakan kalau Pemerintah juga akan terus melakukan diversifikasi produk dan komoditas apa saja yang tepat dan potensial untuk dikembangkan pada tambak yang sudah lama tidak aktif. Untuk saat ini, salah satu komoditas yang sangat potensial untuk berkembang adalah kakap putih.
Dengan pertimbangan tersebut, KKP kemudian menyeleksi daerah yang pantas untuk dijadikan percontohan kawasan pengembangan tambak ikan kakap putih yang pertama di Indonesia. Dari semua daerah, terpilih Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Maros di Provinsi Sulawesi Selatan. Kedua kabupaten tersebut dipilih, karena memiliki potensi lahan tambak yang luas dan jumlah pembudi daya yang banyak.
“Selain itu, tambak idle yang kurang produktif juga cukup luas,” tutur dia.
Di Pinrang, potensi budi daya payau tersedia di lahan sekitar 15.814 hektare. Sementara, di Maros, sudah tersedia lahan seluas 12 ribu ha yang saat ini sudah dimanfaatkan untuk budi daya udang, bandeng, dan udang. Tetapi kemudian, budidaya udang di Maros tersebut mengalami stagnasi dan cenderung mengalami penurunan produksi yang diakibatkan penurunan kualitas lahan tambak dan serangan penyakit.
Dengan dukungan lahan yang sudah tersedia, Slamet mengatakan, KKP sepanjang 2018-2019 menyalurkan bantuan 1,08 juta ekor benih ikan kakap putih kepada kelompok pembudi daya ikan (Pokdakan) yang ada di Pinrang dan 384 ribu ekor untuk Pokdakan di Maros. Dengan luas kawasan 1.068 ha di Pinrang dan 300 ha di Maros, diharapkan setidaknya ada 1.950 ton ikan kakap putih yang berhasil diproduksi setiap tahun dari kedua daerah tersebut.
baca juga : Bagaimana Cara Manfaatkan Tambak Udang Non Aktif?
Penerapan budi daya perikanan berbasis kawasan dengan komoditas kakap putih, menurut Slamet merupakan program lanjutan. Sebelumnya, program serupa juga sudah dilaksanakan di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan komoditas ikan nila salin sebagai produk budi daya yang dikembangkan di tambak.
Di Pati, pengembangan dilaksanakan di lahan seluas 400 ha dan kemudian bertambah lagi hingga menjadi 700 ha pada Juli 2019. Sama halnya dengan di Pinrang dan Maros, pemilihan Pati juga didasrkan pada pertimbangan bahwa daerah tersebut selama ini sudah menjadi sentral budi daya nila salin terbesar di Indonesia.
Teknologi Alami
Berkaitan dengan pemilihan kakap putih sebagai komoditas yang dikembangkan di Pinrang dan Maros, Slamet menjelaskan bahwa itu didasarkan pada fakta bahwa budi daya udang yang sudah terjangkit penyakit ikan akan menyebabkan kualitas tanah menurun dengan cepat. Kemudian, fakta bahwa keong, teritip, cacing, kepiting, dan berbagai hewan renik lain yang sudah terjangkiti penyakit dan menjadi penyebar virus pada udang, justru menjadi makanan alami bagi kakap putih.
“Dengan budi daya kakap putih, diharapkan bisa memutus rantai penyakit. Dengan begitu, tambak berangsur-angsur menjadi pulih dan bebas dari penyakit udang,” tegas dia.
Selain bisa memutus rantai penyakit, Slamet menambahkan, kakap putih sangat pantas menjadi komoditas yang dikembangkan, karena tidak memerlukan pakan buatan. Dengan demikian, kakap putih akan mengandalkan teknologi alami melalui pemanfaatan rantai makanan di alam dengan kepadatan yang rendah.
“Makanan utama kakap putih di tambak , tidak lain adalah anakan ikan nila yang sudah disiapkan dan berkembang biak di tambak itu sebelum penebaran benih kakap putih,” sebut dia.
baca juga : Sungai Anak Batang Pulih, Kakap Putih dan Udang Datang Lagi
Agar bisa berjalan dengan baik, KKP menunjuk Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar, Sulsel dan Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon, Maluku sebagai penanggung jawab program pengembangan budi daya perikanan berbasis kawasan. Penunjukan itu dilakukan, karena kedua balai tersebut sudah memiliki fasilitas tambahan dan kemampuan produksi pembenihan (hatchery) yang lebih baik.
Tahun ini, ada penambahan 5 unit hatchery di BPBL Ambon dengan teknologi budi daya sistem resirkulasi (RAS) untuk kegiatan pendederan benih ikan konsumsi, termasuk kakap putih. Dengan penambahan tersebut, kapasitas produksi benih bisa meningkat hingga 3 Juta ekor per tahun. Fasilitas dan kemampuan ini, dinilai siap untuk mendukung pengembangan kawasan budi daya di berbagai daerah.
Untuk itu, Slamet mendorong daerah-daerah lain bisa mengembangkan kawasan-kawasan budi daya serupa dengan menggunakan komoditas andalan di daerah masing-masing. Di masa mendatang, kegiatan budi daya berbasis kawasan dengan komoditas andalan dan spesifik akan menjadi tren di seluruh daerah potensial.
“Akan ada kawasan budi daya windu, nila salin, bandeng, vaname, dan lainnya,” jelas dia.
Salah satu pembudi daya ikan kakap putih dan udang windu di Pinrang, Abdul Warih menceritakan pengalamannya dalam melaksanakan budi daya kakap putih. Menurutnya, kakap putih bisa dibudi dayakan di tambak, bersama dengan komoditas lain seperti bandeng, udang, atau polkultur.
“Jika sebelumnya, dari tambak kami hanya panen 300 kg udang windu dan bandeng 150 kg. Sekarang, tanpa sentuhan teknologi, setidaknya kami mendapatkan tambahan minimal 300 kg kakap putih. Di sini kami jual dengan Rp50 ribu per kg, jadi ada tambahan pendapatan Rp15 juta setiap panen,” ungkap Warih melalui keterangan resmi yang dirilis KKP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar