Minggu, 08 Desember 2019

Bioflok

(Sumber : https://dosenpertanian.com/pengertian-bioflok/)
Bagi sebagain orang kata bioflok masih sangat terdengar belum familiar bila dibandingkan dengan teknik budidaya ikan lainnya misalnya saja sebagimana pengertian pemijahan. Bioflok adalah kumpulan dari berbagai organisme baik bakteri, jamur, protozoa, ataupun algae yang tergabung dalam sebuah gumpalan (floc).
Bioflok ini berasal dari kata “BIOS” yang artinya kehidupan dan “FLOC” yang berarti gumpalan. Pada awalnya teknologi bioflok adalah teknologi pengolahan limbah berupa lumpur aktif yang melibatkan aktifitas mikroorganisme.

Pengertian Bioflok

Pengertian biofloc adalah flok atau gumpalan-gumpalan kecil yang tersusun dari sekumpulan mikroorganisme hidup yang melayang-layang di air. Teknologi biofloc ialah teknologi yang memanfaatkan aktivitas mikroorganisme yang membentuk flok. Aplikasi BFT (Bio Floc Technology) juga banyak diaplikasikan disistem pengolahan air limbah industri serta mulai diterapkan di sistem pengolahan air media aquakultur.
Kegunaan daripada sistem pengelolaan tersebut ialah engubah senyawa organik serta anorganik yang mengandung senyawa kabon (C), hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N) dengan sedikit available posfor (P) menjadi massa sludge berupa bioflocs dengan menggunakan bakteri pembentuk flocs (flocs forming bacteria) yang mensintesis biopolimer poli hidroksi alkanoat yaitu sebagai ikatan bioflocs.
Bakteri pembentuk flocs dipilih dari genera bakteri yang non pathogen, mempunyai kemampuan mensintesis PHA, memproduksi enzim ekstraselular, memproduksi bakteriosin terhadap bakteri pathogen, mengeluarkan metabolit sekunder yang dapat menekan pertumbuhan serta menetralkan toksin dari plankton merugikan serta mudah dibiakkan di lapangan.
Meskipun begitu, tidak semua bakteri bisa membentuk biofloc dalam air, seperti dari genera Bacillus sp hanya dua spesies yang dapat mampu membentuk biofloc. Salah satu ciri khas bakteri pembentuk bioflocs ialah kemampuannya untuk mensintesa senyawa Poli hidroksi alkanoat (PHA), terutama yang spesifik yaitu seperti poli β‐hidroksi butirat. Senyawa ini juga diperlukan sebagai bahan polimer untuk pembentukan ikatan polimer antara substansi substansi pembentuk biofloc.
Biofloc terdiri atas partikel serat organik yang juga kaya akan selulosa, partikel anorganik berupa kristal garam kalsium karbonat hidrat, biopolymer (PHA), bakteri, protozoa, detritus (dead body cell), ragi, jamur serta zooplankton.
Beberapa bakteri pembentuk floc yang telah teruji diaplikasikan dilapangan ialah Achromobacter liquefaciensArthrobacter globiformisAgrobacterium tumefaciens serta Pseudomonas alcaligenes. Bakteri lain bisa ikut membentuk biofloc setelah exopolisakarida dibentuk yaitu oleh bakteri pembentuk floc sebagai inti floc-nya.

Bakteri Terkandung dalam Bioflok

Bakteri yang bisa ikut membentuk bioflok ini, antara lain adalah sebagai berikut;
  • Bacillus circulans
  • Bacillus coagulans
  • Bacillus licheniformis
Bakteri yang ikut membentuk floc ini memiliki fungsi dalam siklus nutrisi didalam sistem biofloc. Bakteri ini biasa disebut sebagai bakteri siklus fungsional, misalnya Bacillus licheniformis yang berperan dalam siklus nitrogen.
Biofloc di alam umumnya terdiri dari 5 jenis bakteri atau lebih, minimal satu atau lebih adalah bakteri pembentuk flok (penghasil exopolisakarida) dan bakteri yang lain dapat merupakan bakteri siklus fungsional yang dapat berfungsi dalam siklus bioremediasi dan nutrisi.
Formasi bioflok ini bisa terbentuk tidak secara tiba-tiba, tapi terbentuk dalam kondisi lingkungan tertentu. Factor yang mempengaruhi system bioflok ialah N/P rasio dan C/N rasio. N/P rasio serta C/N rasio harus diatas 20. Semakin besar N/P rasio serta C/N rasio maka floc yang terbentuk akan semakin baik.
Untuk bisa mengatur N/P rasio jalan terbaik adalah memperbesar N atau memperkecil P, untuk bisa memperbesar N dilingkungan tambak tidak mungkin dilakukan karena menambah ammonia dalam tambak akan membahayakan udang, jalan terbaik ialah memperkecil P dengan cara mengikat phosphate.
Sedangkan untuk bisa mengatur C/N rasio dilakukan dengan cara memperbesar C dengan penambahan unsure karbon organik, misalnya yaitu molasses. Didalam pakan itu sendiri sebenarnya telah ada unsure C ialah karbohidrat dan lemak, namun rasionya tidak mencukupi untuk bisa mencapai C/N rasio diatas 20.

Manfaat Biofloc

Manfaat daripada bioflok dalam sistem budidaya ikan, antara lain adalah sebagai berikut;

Menjadi Ramah Lingkungan

Teknologi bioflok ini dikenal dengan ramah lingkungan. Fakta tersebut juga bisa menjadi catatan positif karena teknologi budidaya perikanan kini mengarah pada konsep yang sudah dicanangkan dalam pembengunann keberlanjutan.
Bahkan, prihal tersebut menurut ketua I Assosiasi Pengusaha Catfish Indonesia yaitu Iimsa Hemawan menyampaikan budidaya lele bioflok adalah usaha yang mengandalkan teknologi, sehingga faktor kedisiplinan dalam penerapan prosedur operasi standar (SOP) bisa menjadi sangat penting.
Pendampingan teknologi yang mempergunakan bioflok ini harus bisa dilakukan secara intens, dengan metode yang memungkinkan masyarakat memahami dan mengadopsi secara mudah.

Kelebihan dan Kekuarangan Bioflok

Adapun beberapa kerugian serta kekuarangan dari metode bioflok pada budidaya ikan, antara lain adalah sebagai berikut;

Keuntungan dari Sistem Bioflok

  1. Yaitu pH relatif stabil
  2. pH nya cenderung rendah, sehingga kandungan amoniak (NH3) yaitu relatif kecil.
  3. Tidak tergantung pada sinar matahari serta aktivitasnya akan menurun bila suhu rendah.
  4. Tidak perlu ganti air (sedikit ganti air) sehingga biosecurity (keamanan) tetap terjaga.
  5. Limbah tambak (kotoran, algae, sisa pakan, amonia) didaur ulang serta dijadikan makanan alami berprotein tinggi.
  6. Kemudian lebih ramah lingkungan.

Kekurangan Sistem Bioflok

  1. Tidak dapat diterapkan pada tambak yang bocor/rembes karena tidak ada/sedikit pergantian air.
  2. Memerlukan peralatan atau aerator cukup banyak sebagai suply oksigen.
  3. Aerasi harus hidup terus (24 jam per hari).
  4. Pengamatan harus lebih jeli serta sering muncul kasus Nitrit dan Amonia.
  5. Bila aerasi kurang, maka akan bisa terjadi pengendapan bahan organik. Resiko munculnya H2S yaitu lebih tinggi karena pH airnya lebih rendah.
  6. Kurang cocok pada tanah yang mudah teraduk (erosi). Jadi dasar harus benar-benar kompak (dasar berbatu atau sirtu, semen atau plastik HDPE).
  7. Bila terlalu pekat, maka bisa menyebabkan kematian bertahap karena krisis oksigen (BOD tinggi).
  8. Untuk itu volume Suspended Solid dari floc harus bisa selalu diukur. Bila sudah mencapai batas tertentu, floc harus dikurangi dengan cara konsumsi pakan diturunkan.

Indikator Keberhasilan Pembentukan Bioflok

Biofloc terbentuk, jika secara visual di dapat warna air kolam coklat muda (krem) yaitu berupa gumpalan yang bergerak bersama arus air. pH air cenderung di kisaran 7 (7,2 hingga 7,8) dengan kenaikan pH pagi dan sore yang kecil rentangnya kecil ialah  (0,02-0,2).
Mulai terjadi penaikan serta penurunan yang dinamis nilai NH4+, ion NO2 serta ion NO3 sebagai indikasi berlangsungnya proses Nitrifikasi serta Denitrifikasi. Untuk 30 hari pertama DOC adalah masa krusial bagi tahap pembentukan Bioflocs, penerapan “minimal exchange water” pada fase ini sangat menentukan.
Lebih baik yaitu menghindari penggantian air dalam jumlah besar pada masa ini. Penambahan air hanya untuk bisa penggantian susut karena penguapan dan perembesan saja. Atau menambah secara perlahan ketinggian air dari awal tebar 120 cm menjadi 150 cm yaitu secara bertahap selama 30 hari.

Indikator Kegagalan Pembentukan Bioflok

Untuk ukuran kegagalan dengan mempergunakan metide bioflok ini, antara lain adalah sebagai berikut;

Flocs di kolam berbusa

Hal ini dapat disebabkan oleh adanya bakteri berfilamen yang menempel pada biofloc. Untuk itu ditebar 10 ppm Kalsium peroksida, ikuti dengan menahan pergantian air selama 5 hingga 6 hari sambil dilakukan penambahan 20 ppm CaCO3 atau kaptan per harinya, jika pada hari ke 6 busa masih ada, tebar 10 ppm Kalsium Peroksida lagi, juga pada hari ke 7 air mulai dimasukkan ke dalam kembali, serta ketinggian air dipulihkan ke ketinggian semula.

Bioflok terlalu pekat

Lakukan pengenceran secara over flow, dengan pipa pengeluaran dipotong sama rata dengan ketinggian air di dalam kolam. Biarkan air yang masuk juga menyebabkan air tumpah keluar lewat pipa pembuangan yang sudah dipotong sama rat dengan ketinggian air di dalam kolam.

Biofloc ketebalannya berkurang (normal 10 hingga 20 cm sechi disk) dan warna air mengarah ke hijau

Hentikan pengenceran, tahan air selama 5 hingga 6 hari, aplikasikan pupuk ZA 1 ppm setiap harinya untuk dapat menekan pertumbuhan chrollera atau aplikasikan pupuk ZA 5 ppm setiap harinya untuk bisa menekan pertumbuhan blue green algae.  Pada hari ke 7 sirkulasi atau pengenceran secara over flow dapat dilakukan kembali.

Biofloc ketebalannya berkurang (normal 10 hingga 20 cm sechi disk) dan warna air mengarah ke coklat merah

Hentikan pengenceran, tahan air selama 5 hingga 6 hari, aplikasikan CaCO3 atau  kaptan 20 ppm setiap harinya dan 1‐2 kali treatment dengan Kalsium peroksida. Pada hari ke 7 sirkulasi atau pengenceran secara over flow dapat dilakukan kembali.

Warna hijau biru (BGA) atau merah (Dinoflagellata) yaitu tetap ada

Setelah 5 hingga 6 hari treatment Berlakukan pola sistem “minimal exchange water” terhadap kolam tersebut, hindari pengenceran atau sirkulasi. Penambahan air hanya dilakukan untuk bisa mengganti air yang hilang/susut akibat penguapan, perembesan serta susut air akibat pembuangan lumpur rutin harian saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA CBIB - Cara Budidaya ...