PARAMETER KIMIA KUALITAS AIR
(sumber : http://rmmulyani.blogspot.co.id/2012/03/parameter-kualitas-air.html)
a. Do ( Kadar Oksigen Dlam air)
Semua
makhluk hidup untuk hidup sangat membutuhkan oksigen sebagai faktor
penting bagi pernafasan. Ikan sebagai salah satu jenis organisme air
juga membutuhkan oksigen agar proses metabolisme dalam tubuhnya
berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan oleh ikan disebut dengan oksigen
terlarut. Oksigen terlarut adalah oksigen dalam bentuk terlarut didalam
air karena ikan tidak dapat mengambil oksigen dalam perairan dari difusi
langsung dengan udara. Satuan pengukuran oksigen terlarut adalah mg/l
yang berarti jumlah mg/l gas oksigen yang terlarut dalam air atau dalam
satuan internasional dinyatakan ppm (part per million). Air mengandung
oksigen dalam jumlah yang tertentu, tergantung dari kondisi air itu
sendiri, beberapa proses yang menyebabkan masuknya oksigen ke dalam air
yaitu:
1.
Diffusi oksigen dari udara ke dalam air melalui permukannya, yang
terjadi karena adanya gerakan molekul-molekul udara yang tidak berurutan
karena terjadi benturan dengan molekul air sehingga O2 terikat didalam
air. Proses diffusi ini akan selalu terjadi bila pergerakan air yang
mampu mengguncang oksigen, karena kandungan O2 didalam udara jauh lebih
banyak. Menurut penelitian, air murni 1000 cc pada suhu kamar mengandung
7 cc O2, sedangkan udara murni suhu pada kamar mengundang 210 cc O2.
Dari gambaran tersebut, maka air relatif mudah melepaskan O2 ke udara.
Dari imbangan tersebut di atas dapat di tarik kesimpulan sebagai
berikut:
v Tercapainya
imbangan O2 di air dan di udara, tergantung dari jumlah molekul-molekul
zat (garam-garam) yang larut di dalam air (dalam satuansatuan
tertentu), sebab jumlah tersebut yang menentukan kemungkinan
terbentuknya molekul-molekul dan menentukan pula jumlah banyaknya
molekul-molekul gas yang meninggalkan air lagi. Air yang mengandung
garam-garam pada kadar O2 yang rendah saja sudah dapat seimbang dengan
udara lebih cepat, bila di bandingkan dengan air suling.
v Kemungkinan
bertubrukan molekul air di tentukan oleh suhu air. Makin tinggi suhu
air,makin rendah jumlah oksigen yang dapat di kandung/ di ikat oleh air.
Artinya; jika suhu air tinggi, maka air itu dengan kadar oksigen yang
rendah saja sudah dapat seimbang dengan udara, sehingga penambahan
oksigen lebih lanjut tidak akan meningkatkan oksigen terlarut dalam air.
Dalam kegiatan budidaya ikan sifat tersebut penting artinya, terutama
dalam pengangkutan ikan hidup, pemeliharaan ikan di akuarium, atau
pemeliharaan ikan secara tertutup pada Recyle Sistem.
v Pada
pengangkutan ikan sebaiknya dilakukan pada pagi/sore hari waktu suhu
udara masih relatif rendah, sehingga goncangan airnya yang terjadi akan
mampu meningkatkan difusi 02 kedalam air. Pada pemeliharaan ikan
diakuarium atau pada tempat yang terbatas, pemberian lampu, yang
mengakibatkan suhu air meningkat, akan menurunkan kemampuan air
mengikat.
2.
Diperairan umum, pemasukan oksigen ke dalam air terjadi karena air yang
masuk sudah mengandung oksigen, kecuali itu dengan aliran air,
mengakibatkan gerakan air yang mampu mendorong terjadinya proses difusi
oksigen dari udara ke dalam air.
3.
Hujan yang jatuh,secara tidak langsung akan meningkatkan O2 di dalam
air, pertama suhu air akan turun, sehingga kemampuan air mengikat
oksigen meningkat, selanjutnya bila volume air bertambah dari gerakan
air, akibat jatuhnya air hujan akan mampu meningkatkan O2 di dalam air.
4.
Proses Asimilasi tumbuhtumbuhan. Tanaman air yang seluruh batangnya ada
didalam air di waktu siang akan melakukan proses asimilasi, dan akan
menambah O2 didalam air. Sedangkan pada malam hari tanaman tersebut
menggunakan O2 yang ada didalam air.
§ Pengambilan air O2 didalam air disebabkan oleh:
§ Proses pernafasan binatang dan tanaman air.
§ Proses pembongkaran (menetralisasi) bahan-bahan organik.
Dasar
perairan yang bersifat mereduksi, dasar demikian hanya dapat di tumbuhi
bakteri yang anaerob saja, yang dapat menimbulkan hasil pembakaran.
Menurut
Brown (1987) peningkatan suhu 1o C akan meningkatkan konsumsi oksigen
sekitar 10%. Hubungan antara oksigen terlarut dan suhu dapat dilihat
pada Tabel 1. yang menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu, kelarutan
oksigen semakin berkurang.
Kadar
oksigen terlarut dalam suatu wadah budidaya ikan sebaiknya berkisar
antara 7 – 9 ppm. Konsentrasi oksigen terlarut ini sangat menentukan
dalam akuakultur. Kadar oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan dapat
ditentukan dengan dua cara yaitu dengan cara titrasi atau dengan
menggunakan alat ukur yang disebut dengan DO meter (Dissolved Oxygen).
pengukuran dengan DO-meter
DO-meter manual DO-meter digital
b. Peran Karbondioksida dalam budidaya ikan
Karbondioksida
merupakan salah satu parameter kimia yang sangat menentukan dalam
kegiatan budidaya ikan. Karbondioksida yang dianalisis dalam kegiatan
budidaya adalah karbondioksida dalam bentuk gas yang terkandung di dalam
air. Gas CO2 memegang peranan sebagai unsur makanan bagi semua tumbuhan
yang mempunyai chlorophil, baik tumbuh-tumbuhan renik maupun tumbuhan
tingkat tinggi.
Sumber
gas CO2 didalam air adalah hasil pernafasan oleh binatang-binatang air
dan tumbuh tumbuhan serta pembakaran bahan organik didalam air oleh
jasad renik. Bagian air yang banyak mengandung CO2 adalah didasar
perairan, karena ditempat itu terjadi proses pembakaran bahan organik
yang cukup banyak. Untuk kegiatan asimilasi bagi tumbuh-tumbuhan, jumlah
CO2 harus cukup, tetapi bila jumlah CO2 melampaui batas akan kritis
bagi kehidupan binatang binatang air.
Pengaruh
CO2 yang terlalu banyak tidak saja terhadap perubahan pH air, tetapi
juga bersifat racun. Dengan meningkatnya CO2, maka O2 dalam air juga
ikut menurun, sehingga pada level tertentu akan berbahaya bagi kehidupan
binatang air. Kadar CO2 yang bebas didalam air tidak boleh mencapai
batas yang mematikan (lethal), pada kadar 20 ppm sudah merupakan racun
bagi ikan dan mematikan ikan jika kelarutan oksigen didalam air kurang
dari 5 ppm (5 mg/l).
CO2
yang digunakan oleh organisme dalam air, mula-mula adalah CO2 bebas,
bila yang bebas sudah habis, air akan melepaskan CO2 yang terikat dalam
bentuk Calsium bikarbonat maupun Magnesium bikarbonat.
c. pH Air
pH
(singkatan dari “ puisance negatif de H “ ), yaitu logaritma negatif
dari kepekatan ion-ion H yang terlepas dalam suatu perairan dan
mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisme perairan, sehingga
pH perairan dipakai sebagai salah satu untuk menyatakan baik buruknya
sesuatu perairan.
Pada
perairan perkolaman pH air mempunyai arti yang cukup penting untuk
mendeteksi potensi produktifitas kolam. pH Air yang agak basa, dapat
mendorong proses pembongkaran bahan organik dalam air menjadi
mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh tumbuh tumbuhan (garam
amonia dan nitrat).
pH Air Pada
perairan yang tidak mengandung bahan organik dengan cukup, maka mineral
dalam air tidak akan ditemukan. Andaikata kedalam kolam itu kemudian
kita bubuhkan bahan organik seperti pupuk kandang, pupuk hijau dsb
dengan cukup, tetapi kurang mengandung garam-garam bikarbonat yang dapat
melepaskan kationnya, maka mineral-mineral yang mungkin terlepas juga
tidak akan lama berada didalam air itu. Untuk menciptakan lingkungan air
yang bagus, pH air itu sendiri harus mantap dulu (tidak banyak terjadi
pergoncangan pH air). Ikan rawa seperti sepat siam (Tricogaster
pectoralis), sepat jawa (Tricogaster tericopterus ) dan ikan gabus dapat
hidup pada lingkungan pH air 4-9, untuk ikan lunjar kesan pH 5-8 ,ikan
karper (Cyprinus carpio) dan gurami, tidak dapat hidup pada pH 4-6, tapi
pH idealnya 7,2.
Klasifikasi nilai pH air dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
· Netral : pH air = 7
· Alkalis (basa) : 7 < pH air < 14
· Asam : 0 < pH air < 7
d. Derajat keasaman pH Air suatu kolam ikan
Derajat keasaman pH Air suatu kolam ikan sangat dipengaruhi
oleh keadaan tanahnya yang dapat menentukan kesuburan suatu perairan.
Nilai pH air asam tidak baik untuk budidaya ikan dimana produksi ikan
dalam suatu perairan akan rendah. Pada pH air netral sangat baik untuk
kegiatan budidaya ikan, biasanya berkisar antara 7 – 8, sedangkan pada
pH air basa juga tidak baik untuk kegiatan budidaya. Pengaruh pH air
pada perairan dapat berakibat terhadap komunitas biologi perairan, untuk
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.3.
e. Bahan Organik dan garam mineral dalam air
Mineral
merupakan salah satu unsur kimia yang selalu ada dalam suatu perairan,
beberapa jenis mineral antara lain adalah Kalsium (Ca), Pospor (P),
Magnesium (Mg), Potassium (K), Sodium (Na), Sulphur (S), zat besi (Fe),
Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Seng (Zn), Florin (F), Yodium (I) dan Nikel
(Ni). Diperairan umum mineral yang diperlukan oleh phytoplakton
senantiasa diperoleh dari pembongkaran bahan-bahan organik sisa dari
tumbuhan dan binatang yang sudah mati. Di alam mineral tersebut berasal
dari air yang masuk, atau adanya penambahan pupuk buatan. Pembongkaran
bahan organik dilakukan oleh jasad renik yang terdapat didalam air. Pada
umumnya jasad renik ini menghendaki perairan yang pHnya 7 sedikit
mendekati basa.
Pembongkaran
bahan organik ada yang dilakukan secara anaerob (tidak memerlukan
oksigen). Proses pembongkaran itu juga dipengaruhi oleh suhu air. Bahan
organik yang larut didalam air belum dapat dimanfaatkan oleh binatang
air secara langsung. Bahan-bahan organik yang mengendap di dasar
perairan yang dangkal dapat dimakan secara langsung oleh berbagai macam
binatang benthos (binatang yaang hidup didasar perairan) seperti siput
vivipar javanica, cacing tubifex, larva chironomaus dan sebagainya.
Bagian-bagian dari pada lumpur organik demikian yang tidak dapat
dicernakan, menyisa sebagai detritus di dasar perairan. Jumlah bahan
organik yang terdapat dalam suatu perairan dapat digunakan sebagai salah
satu indikator banyak tidaknya mineral yang dapat dibongkar kelak.
Bila
suasana perairan anaerob, maka protein-protein yang menang mengandung
belerang dapat dibongkar oleh bakteri anaerob (diantaranya adalah
Bakterium vulgare). Hasil pembongkaran tersebut adalah gas hidrogen
sulfida (H2S) dan ditandai bau busuk, air berwarna kehitaman. Gas itu
merupakan limiting factor/ faktor pembatas bagi kesuburan perairan.
Kandungan H2S - 6 mg/ l sudah dapat membunuh ikan Cyprinus carpio dalam
beberapa jam saja. Untuk mencegah timbulnya H2S dalam kolam biasanya
kolam yang akan digunakan untuk budidaya ikan harus dilakukan pengolahan
tanah dasar dan pengeringan.
Jenis
gas beracun lainnya yang berasal dari pembongkaran bahan organik adalah
gas metana. Gas Metana ( CH4 ) adalah gas yang bersifat mereduksi dan
dikenal sebagai gas rawa. Metana itu timbul pada proses pembongkaran
hidrat arang dari bahan organik yang tertimbun dalam perairan. Hidrat
arang dalam suasana anaerob mulamula dibongkar menjadi asam-asam
karboksilat. Bila suasana air tetap anaerob maka asam-asam karboksilat
direduksikan lebih lanjut menjadi Metana. Bila gas Metana ini
berhubungan dengan O2 dalam air sekelilingnya, maka air itu akan
berkurang O2, dan sebagai hasilnya timbullah gas CO2. Pembongkaran dalam
suasana anaerob juga dapat dilakukan oleh ragi (Saccharomyces), hasil
pembongkaran itu adalah alkohol dan lebih lanjut lagi menjadi asam cuka
(asam asetat ) oleh bakterium aceti. Kandungan bahan organik dalam air
sangat sulit untuk ditentukan yang biasa disebut dengan kandungan total
bahan organik (Total Organic Matter/TOM).
f. Nitrogen dalam air & Pengaruhnya pada ikan
Nitrogen
didalam perairan dapat berupa nitrogen organik dan nitrogen anorganik.
Nitrogen anorganik dapat berupa ammonia (NH3), ammonium (NH4), Nitrit
(NO2), Nitrat (NO3) dan molekul Nitrogen (N2) dalam bentuk gas.
Sedangkan nitrogen organik adalah nitrogen yang berasal bahan berupa
protein, asam amino dan urea. Bahan organik yang berasal dari binatang
yang telah mati akan mengalami pembusukan mineral yang terlepas dan
utama adalah garam-garam nitrogen (berasal dari asam amino penyusun
protein).
Proses
pembusukan tadi mula-mula terbentuk amoniak (NH3) sebagai hasil
perombakan asam amino oleh berbagai jenis bakteri aerob dan anaerob.
Pembongkaran itu akan menghasilkan suatu gas CO2 bebas, menurut
persamaan reaksinya adalah:
CH.NH2. COOH +O2 = COOH + NH3 + CO2
Berdasarkan
reaksi kimia tersebut dapat diperlihatkan bahwa kolam yang dipupuk
dengan pupuk kandang/hijau yang masih baru dalam jumlah banyak dan
langsung ditebarkan benih ikan kedalam kolam, biasanya akan terjadi
mortalitas yang tinggi pada ikan karena kebanyakan gas CO2 . Bila
keadaan perairan semakin buruk, sehingga O2 dalam air sampai habis, maka
secara perlahan proses pembongkaran bahan organik akan diambil oleh
bakteri lain yang terkenal ialah Nitrosomonas menjadi senyawa nitrit.
Reaksi tersebut sebagai berikut:
2NH3 + 3O2 = 2HNO2 + H2O
Bila
perairan tersebut cukup mengandung kation-kation maka asam nitrit yang
terbentuk itu dengan segera dapat dirubah menjadi garam-garam nitrit,
oleh bakteri Nitrobacter atau Nitrosomonas, garam-garam nitrit itu
selanjutnya dikerjakan lebih lanjut menjadi garam-garam nitrit,
reaksinya sebagai berikut:
2NaNO2+O2 = 2NaNO3
Garam-garam
nitrit itu penting sebagai mineral yang diasimilasikan oleh
tumbuh-tumbuhan hijau untuk menyusun asam amino kembali dalam tubuhnya,
untuk menbentuk protoplasma itu selanjutnya tergantung pada nitrit,
phitoplankton itu selanjutnya menjadi bahan makanan bagi organisme yang
lebih tinggi. Nitrit tersebut pada suatu saat dapat dibongkar lebih
lanjut oleh bakteri denitrifikasi (yang terkenal yaitu Micrococcus
denitrifikan), bakterium nitroxus menjadi nitrogennitrogen bebas,
reaksinya sebagai berikut :
5 C6H12O0 + 24 HNO3 = 24 H2 CO3 + 6 CO3 +18 H2O +12 N2
Agar
supaya phitoplankton dapat tumbuh dan berkembang biak dengan subur
dalam suatu perairan, paling sedikit dalam air itu harus tersedia 4 mg/l
nitrogen (yang diperhitungkan dari kadar N dalam bentuk nitrat),
bersama dengan 1 mg/l P dan 1 mg/l K. Bila kadar NH3 hasil pembongkaran
bahan organik di dalam air terdapat dalam jumlah besar, yang disebabkan
proses pembongkaran protein terhenti sehingga tidak terbentuk nitrat
sebagai hasil akhir, maka air tersebut disebut “sedang mengalami
pengotoran (Pollution)”.
Kadar
N dalam bentuk NH3 dipakai juga sebagai indikator untuk menyatakan
derajat polusi. Kadar 0,5 mg/l merupakan batas maksimum yang lazim
dianggap sebagai batas untuk menyatakan bahan air itu “unpolluted”. Ikan
masih dapat hidup pada air yang mengandung N 2 mg/l. Batas letal akan
tercapai pada kadar 5 mg/l. Di perairan kolam nitrogen dalam bentuk
amonia sangat beracun bagi ikan budidaya, tetapi jika dalam bentuk
amonium tidak begitu berbahaya pada media akuakultur.
Amonia
yang ada dalam wadah budidaya dapat diukur dan biasanya dalam bentuk
ammonia total. Menurut Boyd (1988), terdapat hubungan antara kadar
ammonia total dengan ammonia bebas pada berbagai pH dan suhu yang dapat
dilihat pada Tabel 1. Pada tabel tersebut memperlihatkan daya racun
ammonia yang akan meningkat dengan meningkatnya kadar pH dan suhu
terhadap organisme perairan termasuk ikan.
Kadar
amonia yang dapat mematikan ikan budidaya jika dalam wadah budidaya
mengandung 0,1 – 0,3 ppm. Oleh karena itu sebaiknya kadar amonia didalam
wadah budidaya ikan tidak lebih dari 0,2 mg/l (ppm). Kadar amonia yang
tinggi ini diakibatkan adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari
limbah domestik, industri dan limpasan pupuk pertanian.
Pengukuran kadar ammonia:metode spektrofotometri
· test kit(alat tes cepat)
g. Alkalinitas dan kesadahan
Alkalinitas
menggambarkan jumlah basa ( alkali ) yang terkandung dalam air,
sedangkan alkalinitas total adalah konsentrasi total dari basa yang
terkandung dalam air yang dinyatakan dalam ppm setara dengan kalsium
karbonat. Total alkalinitas biasanya selalu dikaitkan dengan pH karena pH air
ini akan menunjukkan apakah suatu perairan itu asam atau basa.
Alkalinitas juga disebut dengan Daya Menggabung Asam (DMA) atau
buffer/penyangga suatu perairan yang dapat menunjukkan kesuburan suatu
perairan tersebut. Sedangkan kesadahan menggambarkan kandungan Ca, Mg
dan ion-ion yang terlarut dalam air.
Berdasarkan
Effendi (2000) Nilai alkalinitas berkaitan jenis perairan yaitu
perairan dengan nilai alkalinitas kurang dari 40 mg/l CaCO3 disebut
sebagai perairan lunak (Soft water), sedangkan perairan yang nilai
alkalinatasnya lebih dari 40 mg/l CaCO3 disebut sebagai perairan keras
(Hard water). Perairan dengan nilai alkalinitas yang tinggi lebih
produkstif daripada dengan perairan yang nilai alkalinitasnya rendah.
Menurut
Schimittou (1991), perairan dengan alkalinitas yang rendah (misal
kurang dari 15 mg/l) tidak diinginkan dalam akuakultur karena :
· Perairan
tersebut sangat asam sehingga performansi produksi ikan ( Kesehatan
umum dan kelangsungan hidup, pertumbuhan, hasil dan efisiensi pakan)
dipengaruhi secara negatif.
· Produksi phytoplankton dibatasi oleh ketidakcukupan CO2 dan HCO3 yang cenderung menyebabkan rendahnya kelarutan oksigen dan bisa mengakibatkan kematian plankton.
· Pada tanah-tanah asam dapat menyerap fosfor yang akan mereduksi efek pemupuka
· Fluktuasi
pada pH dan faktorfaktor yang berhubungan dapat menyebabkan
ketidakstabilan mutu air yang dapat menyebabkan ikan stres.
· Pada
tingkat pH yang ekstrem dapat menyebabkan kondisikondisi stres masam
pada pagi hari dan kondisi stres alkalin pada senja hari.
Untuk
meningkatkan kandungan alkalinitas total pada kolam pemeliharaan ikan
dapat digunakan kapur pertanian. Oleh karena itu dalam kolam
pemeliharaan ikan sebelum digunakan dilakukan proses pengapuran dengan
menggunakan beberapa jenis batu kapur yang disesuaikan dengan kualitas
tanah dasar kolam pemeliharaan.
Pengukuran tingkat kesadahan air kultur masih sulit dilakukan (alat dan bahan pengukuran umumnya sulit didapat dan mahal).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar