DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP PERIKANAN
SUMBER : http://afiesh.blogspot.com/2012/12/dampak-pemanasan-global-terhadap.html
Isu
pemanasan global saat ini bukan sekedar isu, tetapi memang nyata dan
dapat kita lihat serta rasakan dari fenomena yang ada seperti perubahan
iklim. Selain itu, kenaikan permukaan air laut, penurunan hasil panen
pertanian dan perikanan, serta perubahan keanekaragaman hayati. Ketika
cahaya matahari mengenai atmosfer serta permukaan bumi, sekitar 70% dari
energi tersebut tetap tinggal di bumi, diserap oleh tanah, lautan,
tumbuhan serta benda-benda lainnya. 30 % sisanya dipantulkan kembali
melalui awan, hujan serta permukaan reflektif lainnya. Tetapi panas yang
70% tersebut tidak selamanya ada di bumi, karena bila demikian maka
suatu saat bumi kita akan menjadi “bola api”.
Fenomena terjadinya pemanasan global adalah akibat semakin meningkatnya gas buang penyebab efek rumah kaca (green house effect) yang terjadi di atmosfer pada lapisan troposfer. Gas buang ini antara lain uap air, CO2, CO, CH4, N2O
dan gas-gas lainnya yang mengabsorpsi radiasi infra merah, sehingga
meningkatkan temperatur rata-rata di permukaan bumi. Kegiatan manusia
merupakan penyebab utama peningkatan gas rumah kaca yang ada sekarang.
Sumber-sumber GRK sangat beragam, tetapi yang terutama adalah CO2, CH4 dan Chloro Fuoro Carbon (CFC) (Suratama, 2001).
Manfaat atmosfer secara langsung terhadap permukaan bumi, antara lain :
· untuk
mengatur dan menyaring sinar matahari yang dipantulkan oleh permukaan
bumi sehingga suhu di permukaan bumi tidak berubah dengan ekstrim
· sebagai medium bagi penjalaran gelombang bunyi
· mengatur sirkulasi udara
· sebagai penahan radiasi matahari
· sebagai tempat tersedianya gas oksigen bagi pernafasan dan pembakaran
Atmosfer
tidak hanya memberikan manfaat seperti yang telah disebutkan di atas,
akan tetapi atmosfer juga memberikan beberapa dampak negatif. Fenomena
yang berkembang belakangan ini adalah efek rumah kaca yang dapat
menyebabkan terjadinya pemanasan global. Kondisi ini pada akhirnya akan
berakibat buruk terhadap permukaan bumi, termasuk bagi dunia perikanan,
antara lain :
a. Menurunnya Produksi Ikan
Menurut
Suratama (2001) khusus di Bali, dampak pemanasan global sudah mulai
tampak dengan naiknya permukaan air laut, turunnya produksi ikan di
Benoa dan Pengambengan serta turunnya kualitas dan persediaan air tanah.
Abrasi di pantai Kuta misalnya, sudah mencapai taraf yang
mengkhawatirkan, belum lagi intrusi air laut ke sumur-sumur penduduk.
b. Rusaknya Ekosistem Karang
Rahayu (2009) menyatakan bahwa lautan menyerap CO2 dari atmosfer sekitar 2.2 giga ton per tahun atau 30% dari total CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia (JGOFS, 2000). CO2 yang masuk kedalam laut berbentuk asam karbonat (carbonic acid) yang akan membuat laut semakin asam. Hal ini akan membuat pH air laut turun dan juga menurunkan konsentrasi ion karbonat.
Berkurangnya
ion karbonat akan menurunkan kemampuan karang untuk membangun kerangka
dan struktur kerang tulang punggung gugusan koral. Perubahan suhu laut
yang mendadak dapat berdampak negatif, yaitu menurunnya kualitas hingga
kerusakan ekosistem laut dan pesisir seperti pemutihan (bleaching)
terumbu karang dan kematian budidaya pesisir. Suhu optimum untuk
pertumbuhan terumbu karang adalah 25°C-29°C. Peningkatan suhu permukaan
laut antara 1°C hingga 2°C biasanya akan diikuti oleh bleaching pada koloni yang tidak tahan terhadap perubahan lingkungan. Pada waktu El Nino kuat yang terjadi pada tahun 1997-1998, coral bleaching terjadi
di beberapa wilayah perairan pesisir seperti Sumatera Barat, Sumatera
bagian timur, Kepulauan Seribu, Bali, Karimunjawa, Gili Lombok, dan
Kalimantan Timur (Hendiarti, 2009). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pertukaran gas CO2 antara laut dan atmosfer dikarenakan perubahan suhu air laut (menghangat) akan berdampak pada penambahan gas CO2 di atmosfer.
Para
ilmuwan dari Universitas Plymouth di Inggris melakukan evaluasi dampak
karbon dioksida yang diserap laut melalui sebuah studi di lubang CO2 alamiah yang ditemukan di Laut Mediterania. Studi tersebut menunjukkan bahwa di dekat lubang dasar laut ini, CO2 membuat
air menjadi lebih asam dan mengakibatkan hilangnya keanekaragaman laut
dalam perbandingan yang sama dengan pengasaman. Karena berkurangnya
kalsium di air yang asam, kerangka keong menjadi hancur dan terumbu
karang tidak dapat terbentuk. Dr. Carol Turley dari Laboratorium Laut
Plymouth mengatakan, “Ini berarti satu-satunya cara untuk mengurangi
pengasaman laut adalah dengan pengurangan emisi CO2 dalam jumlah yang besar."
c. Ikan-Ikan Hiu Terancam Punah
Studi
baru-baru ini yang dimuat dalam jurnal Pelestarian Biologi menyatakan
bahwa populasi dari banyak spesies ikan hiu yang berkurang dengan cepat
membuat para ilmuwan prihatin tentang dampaknya terhadap ekosistem laut
secara keseluruhan. Kelompok-kelompok pelestarian menyerukan agar
dilakukan langkah-langkah global untuk melindungi ikan hiu itu, bahkan
beberapa jenis hampir lenyap sama sekali.
d. Spesies Anjing Laut Punah
Setelah
tidak terlihat selama lebih dari 50 tahun, anjing laut di Karibia atau
India Barat sekarang dinyatakan punah. Anjing laut subtropis yang pernah
ditemukan secara berlimpah di Laut Karibia, Teluk Meksiko, dan sebelah
barat Samudera Atlantik, pada dasarnya diburu sampai punah. Dua spesies
berhubungan lainnya, anjing laut Mediteranian dan Hawai baru-baru ini
terdaftar sebagai satwa yang terancam punah, dengan perlindungan
intensif yang diperlukan untuk menghindari kepunahan.
e. Laut Tidak Asin Lagi
Sejak
akhir tahun 1960-an, sebagian besar air Samudra Atlantik Utara menjadi
kurang asin (Mahale, 2009). Penyebabnya adalah peningkatan jumlah air
tawar yang masuk ke laut akibat pemanasan global. Kini untuk pertama
kalinya para peneliti mengukur aliran air tawar yang masuk, memungkinkan
mereka untuk memperkirakan efek jangka panjang terhadap lautan dunia.
Perubahan iklim di belahan bumi utara telah melelehkan gletser dan
membawa lebih banyak hujan dan menyebabkan lebih banyak air tawar
mengalir ke laut. Akibat langsungnya adalah kenaikan permukaan air laut
dan tenggelamnya wilayah pesisir. Bila banyaknya air tawar yang masuk ke
laut mengubah aliran ini baik musiman maupun jangka panjang maka ia
akan mempengaruhi banyak hal, mulai terbentuknya badai hingga banjir dan
udara panas maupun dampak ekologi terhadap kehidupan organisme di laut.
Pengaruh lainnya adalah dengan mencairnya es di kutub, maka akan
meningkatkan permukaan air laut Mahale (2009).
Kenaikan
suhu permukaan ini juga menyebabkan mencairnya permukaan es di dunia
yang keseluruhannya seluas 23 juta km2 maka air laut akan naik 1,7 %
atau sekitar 180 ft, yang bisa menenggelamkan 20 tingkat gedung Empire
State di New York (Hendrickson, 1984).
f. Pengaruh Terhadap Organisme Laut
Hasil penelitian Global Coral Reef Monitoring Network menunjukkan,
lebih dari dua pertiga terumbu karang di seluruh dunia telah rusak,
bahkan terancam punah (Arvian, 2006). Ancaman ini tak lain karena adanya
pemanasan global yang tengah terjadi. Laporan yang dipublikasikan awal
minggu ini menyebutkan, berbagai ancaman dapat berisiko bagi
kelangsungan terumbu karang, semisal polusi, pencemaran, penangkapan
ikan berlebihan, kenaikan temperatur, dan penggunaan sianida dan bom
untuk menangkap ikan. Pasalnya, kenaikan temperatur secara mendadak
meski kecil menyebabkan terumbu karang "memutih" karena terlepasnya
ganggang dari jaringan terumbu (Arvian, 2006). Laporan Global Coral Reef Monitoring Network juga
menyebutkan kepunahan terumbu karang menyebabkan hilangnya daerah
pesisir, dan membuka peluang terjadinya pengikisan yang disebabkan
gelombang laut.
Meningkatnya temperatur, kenaikan jumlah CO2 yang
dirasakan air laut membuat jumlah karang yang dapat mengeras karena
kapur atau tengah membentuk terumbu menurun. Sebab itu, para peneliti
yang tergabung dalam Global Coral Reef Monitoring Network mengusulkan pengurangan emisi gas CO2dan
efek rumah kaca lainnya untuk menyelamatkan terumbu (Arvian, 2006).
Kerusakan terumbu karang secaa tidak langsung mengancam kehidupan
organisme lain yang menghuni terumbu karang. Selain itu terumbu karang
juga dikenal sebagai tempat mencari makan dan memijah bagi sebagian
besar organisme. Kerusakan terumbu karang bisa berdampak punahnya
sebagian besar organisme. Salah satu keuntungan pemanasan global yaitu
pada Caulerpa taxiola yang merupakan tumbuhan lunak berwarna
hijau cerah berukuran kecil, hidup di wilayah perairan pasifik tropis
yang mati apabila suhu turun di bawah 700 F (Ehrlich, 2000).
Untuk
itu kita sebagai manusia yang memiliki kemampuan dalam berfikir harus
menjaga ekosistem lingkungan. Menjaga ekosistem tersebut dapat dilakukan
dengan menanam tanaman (penghijauan) baik di pantai maupun di daratan,
mencegah penggundulan hutan dan lain-lain. Selain itu, kita tidak boleh
merusak ekosistem yang sudah ada seperti cagar alam, hutan lindung,
konservasi sumber daya alam dan hewan dan sebagainya supaya lingkungan
tetap seimbang. Mari bersama-sama menyelamatkan bumi kita dari global warming untuk kemaslahatan umat di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar