Analisis Fisik Pakan Ikan
(sumber : http://jefry-bp09.blogspot.co.id/2011/12/analisis-fisik-pakan-ikan.html)
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pakan
buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis ikan baik
itu ukuran, kebutuhan protein dan kebiasaan ikan. Pakan buatan ini
biasanya dinamakan pellet. Pelet untuk ikan terbagi kedalam 2 jenis
yaitu: Pelet terapung dan pelet tenggelam. Pakan alami adalah pakan yang
biasa sudah tersedia di alam seperti daun sente, daun talas, daun ubi
jalar, plankton dan lain–lain.
Untuk pemberian pakan pada ikan, besaran pakan harus disesuaikan dengan
besaran mulut ikan begitu pula dengan kadar protein yang dibutuhkan
harus disesuaikan dengan jenis ikan yang di budidaya (Deny, 2009).
Menurut Anggraeni (2010), pakan alami adalah pakan ikan yang keberadaannya tersedia di alam. Terbatasnya ketersediaan pakan alami dipengaruhi dan sangat tergantung pada faktor-faktor
alam seperti suhu, intensitas cahaya, serta kandungan bahan organik
yang terkandung dilokasi perairan. Secara prinsip pakan alami dibedakan
menjadi 2, yaitu: pakan alami nabati, contohnya: plankton nabati, tumbuhan air dan sayuran segar; dan pakan
alami hewani, contohnya: plankton hewani, seperti rotifera, daphnia,
dan lain-lain adalah jenis protozoa, golongan invertebrata mikroskopis,
golongan invertebrata besar yakni cacing, golongan crustacea, siput,
kerang serta serangga – serangga kecil. Pakan buatan terdiri dari
beberapa macam campuran bahan makanan yang berasal dari protein hewani
maupun nabati dan pada umumnya dilengkapi dengan vitamin dan mineral.
Sumber protein hewani antara lain tepung ikan, telur ayam, tepung tulang
dan ikan rucah,
sedangkan sumber protein nabati bisa diperoleh dari limbah industri
pertanian, seperti bungkil, kacang tanah, ampas tahu, kedelai, kacang
hijau, shorghum dan ubi kayu. Pakan buatan bersifat mengapung di air
karena mengandung bahan perekat yang berasal olahan tepung kanji menjadi cairan kental seperti lem yang memiliki daya serap air cukup tinggi tetapi minim air. Semakin rendah mutu perekat yang digunakan akan semakin mudah
hancur dan tenggelam di dasar kolam, maka pakan ini memmiliki mutu
rendah. Berdasarkan bahan bakunya tergolong menjadi dua, yaitu: Pakan
Basah dan Pakan Kering.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari Praktikum Nutrisi tentang analisis fisik adalah agar kita dapat mengetahui ciri-ciri pakan yang baik untuk ikan serta mengetahui berapa lama waktu daya apung pakan ikan baik itu pakan tenggelam maupun terapung.
Tujuan
dari Praktikum Nutrisi Ikan adalah untuk mengetahui kualitas dari suatu
sampel pakan. Hal yang perlu diketahui adalah seberapa lama sampel
pakan dapat terapung, menyerap air dan seberapa besar stabilitas pakan tersebut.
1.3. Waktu dan Tempat
Praktikum
Nutrisi Ikan pada di lakukan pada tanggal 03 s/d 06 Oktober 2011 di
laboratorium THP (Teknologi Hasil Perikanan) Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Brawijaya, Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Floating Ability
2.1.1. Pengertian
Daya
apung pakan buatan dapat di ukur dengan menjatuhkan atau menebarkan
pakan tersebut kedalam bejana kaca yang telah di isi air hingga
kedalaman 15–25 cm. Waktu yang di perlukan oleh pakan sejenak ditebarkan
hingga tenggelam di dasar bejana merupakan gambaran mengenai daya apung
pakan buatan tersebut ( Afrianto, 2005).
Lemak merupakan senyawa organik
yang mengandung unsure karbon (C), , hydrogen (H) dan oksigen (O)
sebagai unsure utama. Beberapa di antaranya ada yang mengandung nitrogen
(N) dan fosfor (P) . Lemak berguna sebagai sumber energy dalam
beraktivitas dan membantu penyerapan mineral tertentu. Lemak juga berperan dalam menjaga keseimbangan dan daya apung pakan dalam air (Mahyuddin, 2008).
Menurut Haetami (2005), faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah karakteristik pakan di dalam air. Semakin banyaknya penggunaan azola menyebabkan lebih tingginya daya apung makanan karena komonen serat kasarnya. Ikan bawal air tawar adalah ikan yang bersifat demersal (melayang) dalam merespon pakan. Dari hasil pengamatan pada kondisi wadah percobaan, pakan dengan tingkat azola sebesar 58% cenderung lebih lambat direspon oleh ikan.
2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi
Faktor yang mempengaruhi pelet
ikan bisa mengambang atau terapung yaitu dari bahan atau dari mesinnya
yang hebat dan canggih. Pelet bisa terapung karena ada pori pori dalam
pelet yang terjadi karena gesekan dari bahan yang dibawa oleh ekstruder
dengan dinding tabung dan dipadatkan diujung ekstruder dengan tekanan
tinggi hingga menimbulkan panas yang cukup untuk membuat pelet
matang,kemudian masuk kedalam lubang yang dinamakan dies setelah keluar
dari lubang dies tersebut dipotong oleh pisau pemotong. Karena perbedaan
suhu d idalam dan suhu ruang maka pelet tersebut dapat membuat
pori-pori pelet. Intinya dari proses ini adalah thermo mechanical
cooking (teknik memasak dengan mekanik). Steam boiler dihilangkan tetapi
memasak dengan kekuatan mekanik mesin sehingga menggunakan energi yang
cukup besar (Alip, 2010).
Hasil
penelitian tahun 1981 oleh Sri Hatimah di Kolam Depok menyimpulkan ada
perbedaan penambahan bobot antara pelet apung dengan pelet kelem
(tenggelam). Pelet apung sudah ditambah zat additive agar bisa berbobot
lebih ringan dan mengambang di air. Sedangkan pelet “kelem” lebih
menekankan kandungan gizi pakan sehingga untuk pendederan gurami pelet
kelem lebih disukai (Kicau, 2008).
Uji daya tahan dalam air dilakukan dengan merendam pellet dalam air dan dihitung berapa lama pellet tersebut tahan dalam
air sampai hancur. Semakin lama pellet tersebut hancur, semakin baik
dan berkualitas pellet tersebut. Selain dari faktor kekerasan pellet,
daya tahan pellet dalam air dapat disiasati dengan beberapa cara, antara
lain yaitu dengan mempergunakan perekat, lama pengeringan yang optimal
dan merata dan memperbesar ukuran pellet seoptimal mungkin. Pellet
umumnya dibuat dari campuran beberapa macam bahan pakan dan umumnya
kemudian ditambahkan perekat baik alami maupun kimiawi. Salah satu bahan
perekat yang murah dan mudah didapat adalah kanji yang berasal dari
tepung tapioka. Lama pengeringan juga menentukan keras tidaknya pellet.
Semakin lama dilakukan pengeringan akan semakin keras pellet tersebut,
problemnya adalah akan mengurangi kandungan nutrisi pellet. Demikian
juga pengeringan dengan suhu yang semakin tinggi akan menyebabkan pellet
akan cepat menjadi keras (Handajani dan Wahyu, 2010).
2.2. Water Stability
2.2.1. Pengertian
Menurut Fishblog (2008), water stability feed yaitu stabilitas pakan dalam air yang merupakan faktor penting dalam menentukan efisiensi pakan. Pakan yang tahan dalam air yang hanya mengalami sedikit perubahan kualitas dan kuantitas adalah pakan yang mempunyai persyaratan fisik yang cukup baik. Untuk mencapai keadaan ini dianjurkan agar pakan udang secara fisik masih tetap utuh kira-kira selama tiga jam berada dalam air.
Cara untuk mengetahuinya adalah sebagai berikut :
1. Sebelum pakan direndam dalam air terlebih dahulu dilakukan analisis kimia.
2. Perendaman dilakukan di dalam wadah dengan volume dan kedalaman minimal 0,5 m3 dan 0,6 m.
3. Air digerakkan dengan aerator yang kuat, sehingga menimbulkan gelombang dan amplitude minimal 5 cm.
4. Pakan diletakkan di dasar wadah yang mempunyai dasar merata.
5. Setelah direndam 3 - 6 jam, kembali dilakukan analisis kimia.
Pada
dasarnya semakin halus bahan baku yang digunakan untuk menyusun pakan,
bentuk fisiknya akan semakin baik pula, karena akan tercampur lebih baik
sehingga menghasilkan produk yang lebih kompak dan stabil di dalam air,
sehingga relatif lebih mudah dicerna.
Menurut Aslamyah dan Yushinta (2009), pengujian fisik yang dilakukan pada pakan uji adalah pengamatan water stability meliputi kecepatan pecah dan dispersi padatan, tingkat kekerasan, serta kecepatan tenggelam. Water Stability atau stabilitas pakan dalam air
adalah tingkat ketahanan pakan di dalam air atau berapa lama waktu yang
dibutuhkan hingga pakan lembek dan hancur, meliputi uji kecepatan pecah
dan dispersi padatan. Uji kecepatan pecah mengukur berapa lama waktu
sampai pakan hancur di dalam air, uji pecah diamati secara visual. pada
suhu 1050C selama 10 jam. Selanjutnya didinginkan dalam deksikator, lalu timbang sampai berat konstan. water stability atau stabilitas pakan dalam air menjadi pertimbangan utama dalam formulasi pakan kepiting, Pakan buatan dengan water stability yang
rendah, menyebabkan pakan mudah hancur dan terdespersi sehingga tidak
dapat terpegang oleh kepiting. Secara umum pakan uji sudah mempunyai
tingkat stabilitas dalam air ( yang sangat baik, yaitu di atas 5 jam.
Menurut Balazs, et al. (1973)
secara umum, stabilitas pakan dalam air berkisar dari 3–5 jam.
Stabilitas pakan dalam air menggambarkan kekompakan pakan buatan,
semakin lama waktu yang akan dibutuhkan untuk menghancurkan pakan,
berarti semakin tinggi kekompakan pakan buatan tersebut.
Daya larut pakan dalam air (water stability feed)
dapat diukur dengan cara merendam pakan dalam air di dalam gelas.
Letakkan pengukur waktu di dekat gelas itu. Cata waktu sampai semuanya
melarut.yang baik daya larutnya antara 2-3 jam. Apabila lebih dari batas
tersebut, berarti pakan sulit dicerna. Sedangkan bila kurang, bisa jadi
pakan tersebut tidak ditemukan (tidak dimakan) udang karena terlalu cepat melarut (Kordi, 2010).
2.2.2. Faktor yang Mempengaruhi
Menurut
Murdinah (1989), beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas pakan
dalam air, seperti kehalusan bahan baku pakan dan proses pencampuran
bahan dalam proses pembuatan pakan. Semakin halus bahan pakan, semakin
baik pula pakan yang dihasilkan. Bahan pakan akan tercampur merata
sehingga menghasilkan produk yang lebih kompak dan stabil di dalam air.
Dominy
dan Lim (1991), menyatakan disamping proses pembuatan, bahan perekat
yang tepat juga sangat menentukan stabilitas pakan dalam air dan
sifat-sifat fisik pellet yang lain.
Daya larut pakan dalam air (water stability feed)
dapat di ukur dengan cara merendam pakan dalam air di dalam gelas.
Letakan pengukur wktu didekat gelas itu. Catat waktu samlpai semuanya
melarut. Pakan yang baik daya larutnya antara 23 jam. Apabila lebih dari
batas tersebut, berarti pakan sulit dicerna. Sedangkan bila kurang,
bisa jadi pakan tersebut tidak ditemukan (tidak dimakan) udang karena
terlalu cepat melarut (Kordi,2010).
2.3. Water Absorption
2.3.1. Pengertian
Adsorpsi
(penyerapan) adalah suatu proses pemisahan dimana komponen dari suatu
fase fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben).
Biasanya partikel-partikel kecil zat penyerap dilepaskan pada adsorpsi
kimia yang merupakan ikatan kuat antara penyerap dan zat yang diserap
sehingga tidak mungkin terjadi proses yang bolak-balik (Tinsley,1979).
Dalam adsorpsi digunakan istilah adsorbat dan adsorban,dimana
adsorbat adalah substansi yang terjerap atau substansi yang akan
dipisahkan dari pelarutnya,sedangkan adsorban adalah merupakan suatu
media penyerap yang dalam hal ini berupa senyawa karbon (Webar,1972 dalam Tabin, 2010).
Water absorption adalah penggunaan determine rata-rata penyerapan dibawah keadaan spesifik. Water absorption ditunjukkan sebagai faktor terhadap persentase berat. Persen water absorption
(berat basah-berat kering)/berat kering) * 100 %. Dimana perlu
penambahan pada berat bahan setelah dikurangi dengan air yang terdapat
dibawah keadaan yang spesifik. Water absorption dapat mempengaruhi perlengkapan mekanik dan elektrik.
Pakan
buatan yang baik tidak mengalami proses pencucian secara besar-besaran
selama berada didalam air. Dengan demikian, semua komponen yang
terkandung didalamnya dapat diserap oleh tubuh ikan. Oleh karna itu,
pakan buatan sebaiknya mempunyai karakteristik yang kompak dan kering
sehingga ketika dimasukkan ke dalam air pakan menjadi lunak, tetapi
tetap hancur. Sebaiknya, keutuhan bentuk pakan buatan di dalam air
minimum mampu dipertahankan selama 3 jam. Analisis fisik ditujukan untuk
mengetahui presentasi nutrien dalam pakan berdasarkan sifat kimianya,
diantaranya serat dan ekstrak bebas nitrogen. Analisa fisik banyak
digunakan untuk mengetahui kualitas pakan buatan karena prosedurnya
mudah dan relatif murah. Pakan buatan yang baik umumnya mempunyai
kandungan air berkisar antara 10–12%, protein 25–40%, karbihidrat
10–12%, lemak ≤ 8% dan serat kasar 5–8% (Afrianto dan Evy liviawaty, 2005).
2.3.2. Faktor yang Mempengaruhi
Menurut Dlouhy (1982) dalam Bintari et.al. (2009), proses penyerapan dalam adsorpsi dipengaruhi oleh :
1. Bahan penjerap
Bahan
yang digunakan untuk menjerap mempunyai kemampuan berbeda-beda,
tergantung dari bahan asal dan juga metode aktivasi yang digunakan.
2. Ukuran butir
Semakin
kecil ukuran butir, maka semakin besar permukaan sehingga dapat
menjerap kontaminan makin banyak. Secara umum kecepatan adsorpsi
ditujukan oleh kecepatan difusi zat terlarut ke dalam pori–pori partikel
adsorben. Ukuran partikel yang baik untuk proses penjerapan antara –100
/ +200 mesh.
3. Derajad keasaman (pH larutan)
Pada pH rendah, ion H+
akan berkompetisi dengan kontaminan yang akan dijerap, sehingga
efisiensi penjerapan turun. Proses penjerapan akan berjalan baik bila pH
larutan tinggi. Derajat keasaman mempengaruhi adsorpsi karena pH
menentukan tingkat ionisasi larutan, pH yang baik berkisar antara 8 – 9.
Senyawa asam organik dapat diadsorpsi pada pH rendah dan sebaliknya
basa organik dapat diadsorpsi pada pH tinggi.
Menurut
Murtidjo (2001), proses pembentukan pellet memanfaatkan proses
gelatimasi pati melalui proses pengepresannya membentuk butiran makanan
dalam ukuran tertentu (mm). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kemampuan durabilitas dalam air, antara lain sebagai berikut.
1. Formula
makanan, ukuran patikel setiap bahan makanan dan kandungan serat kasar
yang terlalu tinggi menimbulkan masalah pembentukan pellet, demikian
juga, jika terlalu banyak lemak (di atas 2%).
2. Ukuran lubang pellet yang digunakan
3. Kombinasi
indicator pembentukan pellet, yakni temperatur, kelembaban dan
kecepatan feeder screw untuk optimasi proses gelatinasi.
Pengujian
daya tahan di dalam air dilakukan dengan jalan merendamnya di dalam air
dingin. Waktu yang diperlukan sampai saat pellet yang bersangkutan itu
ambyar (hancur) merupakan ukuran daya tahannya. Semakin lama waktu yang
dibutuhkan maka semakin baiklah mutunya. Pellet untuk ikan setidaknya
harus mempunyai daya tahan selama 10 menit. Untuk pellet udang, daya
tahannya seharusnya selama sekitar 24 jam (Mudjiman, 2004).
3. METODOLOGI
3.1. Alat dan Fungsi
3.1.1. Floating Ability
Dalam praktikum Nutrisi Ikan tentang Analisis Fisik dari Pakan pada pengujian Floating Stability dari pakan, alat–alat yang digunakan adalah:
· Beaker glass 500 ml : sebagai wadah air.
· Aerator 8 Volt : sebagai penghasil oksigen.
· Stopwatch : untuk menghitung waktu.
· Selang aerator : untuk mengalirkan oksigen.
3.1.2. Water Stability
Dalam praktikum Nutrisi Ikan tentang Analisis Fisik dari Pakan pada pengujian Water Stability dari pakan, alat–alat yang digunakan adalah:
· Beaker glass 500 ml : untuk wadah sampel.
· Oven : untuk mengeringkan seluruh bahan.
· Stopwatch : untuk mencatat waktu perlakuan.
· Aerator : untuk menggerakkan air saat perlakuan.
· Timbangan digital mattler : untuk mengetahui berat sampel (ketelitian 0,01
gram).
· Sendok teh : untuk memindahkan sampel.
· Saringan : untuk menyaring sampel.
Pinset : untuk memindahkan sampel.
3.1.3. Water Absorbtion
Dalam praktikum Nutrisi Ikan tentang Analisis Fisik dari Pakan pada pengujian Water Absorbtion dari pakan, alat–alat yang digunakan adalah:
§ Beaker glass 500 ml : digunakan sebagai wadah media dalam
pengamatan.
§ Oven : digunakan untuk memanaskan bahan untuk mengurangi
kadar air dari pakan.
§ Timbangan digital mattler : untuk mengetahui berat sampel (ketelitian 0,01
gram).
3.2. Bahan dan Fungsi
3.2.1. Floating Ability
Dalam praktikum Nutrisi Ikan tentang Analisis Fisik dari Pakan pada pengujian Floating Stability dari pakan, bahan–bahan yang digunakan adalah:
· Pellet tenggelam : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta
digunakan sebagai pembanding.
· Pellet terapung : sebagai bahan sampel yang akan diamati serta
digunakan sebagai pembanding.
· Air : sebagai media penguji.
3.2.2. Water Stability
Dalam praktikum Nutrisi Ikan tentang Analisis Fisik dari Pakan pada pengujian Water Stability dari pakan, bahan–bahan yang digunakan adalah:
· Pakan pellet : untuk sampel pengujian.
· Aquadest : untuk media rendaman dan untuk membersihkan alat.
· Kertas saring : untuk mengurangi kadar air pada sampel.
· Air : untuk membilas alat dan sisa sampel.
· Aluminium foil : untuk membungkus sampel.
3.2.3. Water Absorbtion
Dalam praktikum Nutrisi Ikan tentang Analisis Fisik dari Pakan pada pengujian Water Absorbtion dari pakan, bahan–bahan yang digunakan adalah:
· Pelet :digunakan sebagai bahan yang diamati daya serap airnya.
· Aquades :digunakan sebagai bahan perlakuan untuk daya penyerapan air oleh pellet.
· Kertas Saring :digunakan untuk menyaring bahan yang digunakan untuk mengurangi kadar air.
· Saringan :digunakan untuk memisahkan bahan dari aquades.
· Aluminium foil :digunakan untuk pembungkus bahan saat pengovenan untuk meratakan temperatur dan mencegah terbakarnya bahan.
3.3. Skema Kerja
3.3.1.
Hasil
|
Beaker Glass 500 ml
|
diisi air
dimasukkan aerator dengan tegangan 8 volt
dimasukkan 2 gram pellet tenggelam
diukur waktu dengan stopwatch sejak pertama kali menyentuh air
dihentikan waktu stopwatch ketika semua pellet menyentuh dasar beaker glass
dihitung total waktu yang diperlukan pellet untuk mencapai dasar beaker glass
ditentukan kategori daya apung pellet
kategori daya apung pellet:
Sangat baik, jika daya apung ≥ 10 menit
Baik,pada daya apung berkisar antara 5 – 10 menit
Sedang, pada daya apung berkisar antara 1 – 5 menit
Tidak baik, jika daya apung < 1 menit
3.3.2.
Pakan Pellet
|
Hasil
|
ditimbang sample + 5 gram
dimasukkan sample ke dalam beaker glass 200 ml yang telah berisi air dan dicatat waktu saat perendaman
diberikan gerakan pada air melalui aerator 8 volt selama 1 menit
diangkat dan sampel disaring dengan saringan 0,5 mm
dibilas beaker glass dengan aquadest
ditimbang kertas saring dan diletakkan menutupi corong Burcher funnel
dipindahkan sampel pellet dari saringan 0,5 mm ke dalam kertas saring dengan menggunakan sendok teh
dibilas dengan air sisa sampel yang ada dalam saringan
dipindahkan kertas saring yang telah berisi sampel ke dalam aluminium foil yang sudah ditimbang
dikeringkan seluruh bahan dalam oven pada suhu 100oC, selama 4 jam
dikeringkan 5 gr sampel pakan yang tidak direndam dalam oven seperti proses diatas
ditimbang seluruh bahan (kertas saring + aluminium foil + sampel) setelah didinginkan
dihitung nilai water stability menggunakan rumus
Water stability =
3.3.3. Water Absorption
Pakan Pellet
|
Hasil
|
ditimbang sampel + 5 gram
dimasukkan sampel ke dalam beaker glass 600 ml yang telah berisi air selama : (10 detik, 1 menit, 3 menit dan 10 menit)
dituangkan sampel ke dalam saringan ukuran 0,5 mm
dipindahkan sampel ke dalam kertas saring untuk menghilangkan kadar air
dipindahkan sampel yang berada pada kertas saring ke dalam aluminium foil yang sebelumnya sudah diketahui beratnya
ditimbang aluminium foil dan isinya
dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1000C selama 4 jam beserta sampel pakan pellet yang tidak direndam
ditimbang sampel bersama aluminium foil setelah di oven
dihitung nilai water absorbtion dengan rumus
perbandingan antara pakan pellet yang direndam dengan yang tidak direndam
-
3.4. Analisa Prosedur
3.4.1. Floating Ability
Berdasarkan
praktikum Nutrisi Ikan tentang materi Analisis Fisik dari Pakan,
sebelumnya disiapkan alat dan bahan. Adapun alat yang digunakan dalam
praktikum analisis fisik yaitu 500 ml beaker glass, aerator dan stopwatch. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu pakan pelet, air kran dan aquades.
Setelah disiapkan alat dan bahan, pakan pelet ditimbang sebagai sampel yaitu dengan berat 2 gr. Kemudian beaker glass 500 ml yang berfungsi sebagai wadah air dan pakan pelet, diisi air kran dan dimasukkan aerator ke dalam beaker glass
yang berfungsi untuk memberikan aerasi pakan dalam menentukan berapa
lamanya daya apung pakan. Selanjutnya pakan pelet tersebut dimasukkan ke
dalam beaker glass yang sudah terisi larutan air dan
dinyalakan stopwatch yang berfungsi untuk mengukur waktu daya apung
pakan pelet. Setelah butiran pakan pelet sudah mencapai dasar beaker glass
stopwatch dihentikan, lalu dicatat lamanya daya apung pakan pelet
tersebut dan penentuan daya apung dapat dibedakan dengan katagori sebagai berikut:
a. Sangat baik jika daya apung ≥ 10 menit
b. Baik pada daya apung 5–10 menit
c. Sedang, pada daya apung 1–5 menit
d. Tidak baik, pada daya apung < 1 menit
Dari katagori penentuan daya apung tersebut, data pengamatan dapat dicatat dan ditentukan baik atau tidak baiknya pakan pelet.
3.4.2. Water Stability
Langkah pertama yang di lakukan pada pengujian water stability adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat–alat yang di gunakan antara lain beaker glass
untuk tempat larutan sementara, corong untuk membantu memasukkan
larutan atau sampel, timbangan untuk menimbang sampel kertas saring dan
alumunium foil, stopwatch untuk menghitung lama waktu, aerator untuk
pemberi gerakan pada air, kertas saring untuk menyaring sampel, sendok teh
untuk memindahkan sampel, pinset untuk memindahkan sampel, alumunium
foil untuk membungkus sampel, oven untuk memanaskan bahan. Sedangkan
alat yang di gunakan adalah sampel pakan pellet sebagai bahan yang di
amati, aquadest sebagai pelarut.
Setelah alat dan bahan di siapkan, di timbang bahan + 5
gram sampel pakan pellet yang di hasilkan dengan menggunakan timbangan
digital dengan ketelitian 0,01 gram, setelah itu sampel di masukkan ke
dalam beaker glass yang sudah diisi 200 ml aquadest, dan di catat waktu saat perendaman, setelah 3 menit, air di berikan gerakan melalui aerator (8 volt) selama 1 menit. setelah 1 menit, aerator segera di angkat dan sampel di saring dengan saringan 0,5 mm, setelah selesai beaker glass di bilas dengan aquadest
(gunakan air seefisien mungkin). Lalu berat kertas saring ditimbang,
dan diletakkan menutupi corong burcher funnel. Lalu sampel pellet
dipindahkan dari saringan 0,5 mm ke dalam kertas saring, dengan
menggunakan sendok teh. Sisa sampel yang ada dalam saringan dibilas
dengan air. Kertas saring yang berisi sampel dipindahkan (dengan
menggunakan pinset) ke dalam alumunium foil yang sudah di timbang
sebelumnya. Setelah itu seluruh bahan di keringkan dalam oven pada suhu
100 C selama 4 jam. Sedangkan 5 gram pakan yang lain (tidak direndam) juga dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C. setelah didinginkan seluruh bahan ditimbang (kertas saring + alumunium foil + sampel), lalu dicatat hasilnya.
3.4.3. Water Absoption
Dalam praktikum Nutrisi Ikan tentang Analisis Fisik dari pakan dengan pengujian Water Absorption, hal pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan (ketelitian 10-4
gram), beaker glass 500 ml, saringan 0,5 mm, dan oven. Sedangkan
bahan-bahan yang digunakan adalah pellet, aquadest, kertas saring, dan
aluminium foil.
Setelah disiapkan alat dan bahan, langkah selanjutnya adalah ditimbang + 5 gram sample pakan pellet dengan timbangan (ketelitian 10-4
gram gram). Kemudian sampel dimasukkan ke dalam beaker glass 600 ml
yang telah berisi aquadest selama (10 detik, 1, 3 dan 10 menit). Lalu
sampel dituangkan ke dalam saringan ukuran 0,5 mm dan untuk
menghilangkan air, sampel dipindahkan ke dalam kertas saring. Setelah
itu sampel yang berada pada kertas saring dipindahkan ke dalam aluminium
foil yang sebelumnya sudah diketahui beratnya. Kemudian dilakukan
penimbangan aluminum foil dan isinya, lalu dimasukkan ke dalam oven pada
suhu 100 oC selama 4 jam. Bersamaan dengan itu dimasukkan
pula sampel pakan pellet yang tidak direndam. Setelah dioven sampel
bersama aluminium foil ditimbang. Kemudian dihitung water absorption
berdasarkan perbandingan antara pakan pellet yang direndam dengan yang
tidak direndam. Lalu dibuat grafik hubungan antara absorbsi air dengan
waktu perendaman. Dan dicatat hasilnya.
3.5. Analisa Hasil
3.5.1. Floating Ability
Berdasarkan praktikum Nutrisi Ikan tentang materi Analisis Fisik dari Pakan, terdapat data hasil pengamatan Floating Ability yang dimana bertujuan bertujuan untuk menentuan daya apung pakan pelet. Data hasil pengamatan floating ability
untuk kelompok 4 dengan menggunakan pakan pelet berwarna coklat daya
apungnya tidak baik yaitu 10.47 detik yang artinya daya apungnya < 1
menit. Hal ini menyebabkan pakan tersebut tidak baik dikonsumsi ikan
karena dapat menyebabkan sisa pakan menumpuk di dasar.
Menurut
Afrianto dan Evi (2005), Daya apung pakan buatan di air merupakan
parameter lain yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas pakan.
Pakan terapung cocok untuk ikan yang mempunyai kebiasaan mencari pakan
di permukaan perairan, sedangkan pakan yang tenggelam lebih tepat untuk
ikan yang biasa hidup di dasar perairan, seperti lele dan udang. Daya
apung pakan buatan dapat diukur dengan menjatuhkan atau menebarkan pakan
tersebut ke dalam bejana kaca yang telah diisi air hingga kedalaman
15–25 cm. Waktu yang diperlukan oleh pakan sejak ditebarkan hingga
tenggelam di dasar bejana merupakan gambaran mengenai daya apung pakan
buatan tersebut.
3.5.2. Water Stability
Pada praktikum Nutrisi Ikan dilakukan pengujian water stability
yaitu penentuan berat kering pakan setelah di rendam dalam air selama
beberapa waktu tertentukan. Terdapat 5 gr sample pakan pellet yang
dimasukkan dalam 200 ml aquadest dan didapat waktu perendaman setelah di aerator selama 1 menit. Kemudian seluruh bahan dikeringkan dan di oven pada suhu 1000 C,
setelah itu didinginkan dan seluruh bahan ditimbang dan kemudian
didapat perbandingan antara berat kering pakan yang direndam selama 3
menit dengan pakan yang tidak direndam.
Terdapat perbedaan antara pakan pelet kering dan pakan pelet basah pada water stability,
yaitu pakan pelet kering lebih baik dari pada pakan pelet basah dalam
pengukuran water stability. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan menurut Kordi (2010), keunggulan dari pelet terapung adalah mempunyai water stability
yang tinggi (tidak mudah hancur) dan memungkinkan pelet dapat bertahan
lebih lama di dalam air sehingga ketika termakan tidak ada kandungan
nutrisi yang hilang karena hancurnya pelet. Sebaliknya, pelet tenggelam
memiliki water stability yang lebih rendah sehingga
ketika dimasukkan ke dalam air, pelet akan mudah hancur. Hancurnya pelet
akan menghilangkan sebagian nutrisi yang dikandungnya. Konsekuensinya,
ikan yang memakan pelet tersebut tidak mendapatkan nutrisi yang lengkap.
3.5.3. Water Absorption
Pada praktikum Nutrisi Ikan, tentang materi pengujian water absorption
didapatkan hasil sebagai berikut. Pengujian pakan dibagi menjadi 2
bahan uji yang berbeda, pada praktikum ini, bahan uji yang digunakan
adalah pelet. Pada bahan uji pertama berbentuk pelet tipe terapung,
sedangkan bahan uji yang lain adalah pelet tipe tenggelam. Selain itu
metode pengujian water absorption dititk beratkan pada
perbedaan pakan pelet yang direndam dan pakan pelet yang tidak direndam.
Perbedaan perlakuan antara kelompok yang menggunakan pelet terapung dan
pelet tenggelam ini dimaksudkan, agar kita mengetahui perbedaan water absorption
antar pelet tenggelam dan pelet terapung. Pada usaha budidaya,
pemberian pakan pelet ini, berdasarkan atas jenis ikan yang dipelihara.
Pada
jenis ikan yang cenderung berada didasar, biasanya pelet yang digunakan
adalah pelet tenggelam, sedangkan sebaliknya, pada ikan yang cenderung
mencari pakan yang berada di permukaan, pemberian pakan terapung tentu
saja akan lebih efisien. Sehingga, pemberian pakan pada organism
budidaya ini disesuiakan dengan spesifikasinya masing – masing. Menurut
(Shafrudin, 2003), sifat pakan buatan ada yang terapung atau tenggelam.
Penggunaan pelet terapung memudahkan kita memantau pakan yang diberikan
apakah dimakan atau tidak. Hanya saja pembuatannya lebih rumit, sehingga
untuk kadar proten yang sama, harga pelet apung lebih mahal dari pelet
tenggelam. Sebagian besar petani menggunakan pelet tenggelam.
Sedangkan
menurut Khairuman dan Amri (2008), pakan yang dibuat oleh pabrik
dikenal dalam bentuk pelet dengan ukuran yang bervariasi. Ada dua macam
pelet yakni pelet terapung dan pelet tenggelam. Pelet terapung adalah
pelet yang jika diberikan kepada ikan, beberapa saat akan terapung
diatas kolam, sedangkan pelet tenggelam jika diberikan kepada ikan
biasanya langsung tenggelam atau melayang beberapa saat didalam air.
Pada pengujian water absorption dengan menggunakan pelet terapung didapatkan hasil setelah dilakukan pengovenan dengan suhu 1000C
dengan lama pemanasan 4 jam. Sedangkan perlakuan untuk bahan pakan yang
direndam dan tidak direndam tujuannya adalah untuk menegetahui seberapa
besar perbedaan kadar air yang dikandung, pada bahan pakan yang
sebelumnya direndan dan tidak direndam. Menurut Yulpiferius (2009),
pengujian daya tahan stabilitas pelet dilakukan dengan cara merendam
contoh pelet yang akan diuji selama beberapa waktu di dalam air. Tingkat
daya tahan pelet dalam air (water stability) diukur sejak pelet
direndam sampai pecah. Makin lama waktu yang dibutuhkan untuk
membuyarkan pelet dalam proses perendaman, berarti makin baik mutunya.
Pelet ikan yang baik mempunyai daya tahan dalam air minimal 10 menit.
Sedangkan pelet pakan udang harus mempunyai daya tahan lebih lama lagi,
yaitu sekitar 30–60 menit.
Uji fisik yang dilakukan pada pakan pelet menurut Handayani (2007), pada dry
pellet, walaupun telah mengalami proses pengeringan dengan oven hanya
kandungan airnya yang berkurang sedangkan kandungan airnya yang
berkurang sedangkan kandungan nutrisi yang terlarut dalam air tidak ikut
hilang. Uji fisik yang dimaksud adalah uji daya apung, uji kehalusan
dan uji kekerasan. Hasil uji fisik menunjukkan dry pellet dapat mengapung di permukaan air selama kurang lebih 2 menit 40 detik sedangkan pada moist pellet hanya mengapung selama 15 detik, untuk uji kehalusan, balk dry pellet maupun moist pellet memiliki tekstur partikel yang halus.
Pengujian secara fisik pada pakan
Cara ini digunakan untuk mendapatkan informasi bahan secara keseluruhan, dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
• Makroskopis
Meliputi
: warna masih tetap (tidak berubah) , pecah atau utuh (untuk
biji-bijian) , bebas bau tengik, bebas benda asing, bebas jamur, bebas
insekta, kadar air (basah/kering),
• Mikroskopis
Menggunakan
mikroskop , untuk mengetahui kemurnian bahan pakan; memerlukan tenaga
terlatih yang dapat mengidentifikasi dan menghitung berapa bahan yang
tercampur beserta kontaminasinya, misalnya benda asing, jamur, dll
(Gunawan, 2010).,
4. Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum nutrisi ikan materi analisis fisik didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
· Daya
apung pakan buatan dapat di ukur dengan menjatuhkan atau menebarkan
pakan tersebut kedalam bejana kaca yang telah di isi air hingga
kedalaman 15–25 cm. Waktu yang di perlukan oleh pakan sejenak ditebarkan
hingga tenggelam di dasar bejana merupakan gambaran mengenai daya apung
pakan buatan tersebut.
· Pelet bisa terapung karena ada pori pori dalam pelet yang terjadi karena gesekan dari bahan yang dibawa oleh ekstruder.
· Water Stability atau Stabilitas Pakan dalam Air
Stabilitas pakan dalam air adalah tingkat ketahanan pakan di dalam air
atau berapa lama waktu yang dibutuhkan hingga pakan lembek dan hancur,
meliputi uji kecepatan pecah dan dispersi padatan.
· Adsorpsi
(penyerapan) adalah suatu proses pemisahan dimana komponen dari suatu
fase fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben).
· Dari hasil praktikum didapatkan data praktikum bahwa :
Ø Pengujian
pellet apung oleh kelompok 1,3, dan 5 rata rata mendapatkan hasil
sangat baik-baik sekitar 5 - >10 menit lama daya apung.
Ø Pengujian
pellet tenggelam oleh kelompok 2,4, dan 6 rata–rata mendapatkan hasil
baik-tidak baik sekitar 1-10 menit lama daya apungnya.
4.2 Saran
Diharapkan
dengan adanya laporan praktikum ini, dapat membantu para pembaca untuk
lebih memahami mengenai daya apung masing masing jenis pellet berbeda
beda tergantung dengan jenisnya sehingga saat pemberian pakan pada ikan,
dapat disesuaikan dengan jenis ikannya selain itu agar para pembaca dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar