Selasa, 30 Januari 2018

Mengatasi Penyakit Ikan dan Udang

Seperti manusia, ikan dan udang sebagai hewan budidaya juga rentan terhadap penyakit. Ada banyak jenis penyakit, baik yang dampaknya hanya sebagian maupun yang sampai mengakibatkan kematian massal.
Berdasarkan penyebabnya, penyakit ikan/udang dibagi menjadi non patogen dan patogen. Non patogenartinya penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang kurang mendukung, seperti air yang kotor, suhu dan kandungan oksigen terlalu tinggi atau rendah, juga kandungan amoniak yang tinggi.
Sedangkan penyakit patogen adalah jenis penyakit yang disebabkan oleh organisme seperti bakteri, jamur, protozoa, virus, atau cacing yang sifatnya merugikan. Mengatasi penyakit ini juga merupakan salah satu tantangan terbesar bagi petani karena jika tidak diperhatikan dengan baik maka gagal panen pun bisa terjadi. Sejumlah penyakit patogen berikut adalah penyakit yang sering ditemukan dan beberapa menjadi prioritas penanganan oleh KKP di tahun ini.

WHITE FECES DISEASE (UDANG)

Penyakit WFD atau disebut juga penyakit kotoran putih ini sempat mewabah di tahun 2016 kemarin, sampai mengakibatkan penurunan produksi udang vanamei nasional. Pasalnya, penyakit ini selain menurunkan FCR, juga menghambat pertumbuhan sampai menurunkan survival rate udang dari 90% menjadi 70%.
Udang dengan kotorannya yang berwarna putih

Tidak hanya memproduksi banyak kotoran putih yang mengambang di permukaan, udang yang terserang WFD juga kulit luarnya mengelupas dan terdapat parasit berbentuk cacing di dalam ususnya. Penyakit ini disebabkan oleh parasit dan bakteri Vibrio yang muncul ketika kualitas air menurun, seperti menumpuknya sisa pakan yang akhirnya menjadikan banyaknya senyawa organik di perairan tambak.
Untuk itu, mengatasi penyakit WFD ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kebersihan media hidup udang, di antaranya:
  • Menambahkan disinfektan berbagai jenis agar ampuh membunuh organisme merugikan. Contohnya seperti kaporit (10 ppm selama 7 hari), BKC atau Benzalkonium Chloride 100% (2 ppm selama 2 hari), dan formaldehid (10-15 ppm selama 5 hari).
  • Menambahkan probiotik yang menekan pertumbuhan parasit dan bakteri Vibrio. Bisa juga menambahkan bawang putih sebanyak 5-10 gram/kg pakan.
  • Mengurangi padat tebar. Padat tebar maksimal 80 ekor/m2 terbukti mampu menghilangkan wabah WFD.
  • Menerapkan biosekuriti, yaitu sistem yang meminimalisir masuk-keluarnya patogen dari luar seperti membuat tandon

WHITE SPOT SYNDROME (UDANG)

Penyakit bintik putih ini disebabkan oleh virus (WSSV, White Spot Syndrome Virus) yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya. Virus ini dampaknya sangat fatal karena bisa menyebabkan 100% kematian pada udang dalam waktu 3-19 hari setelah infeksi. Ciri-cirinya adalah adanya bintik-bintik putih di permukaan kulit (diameter 0,5-2 mm) dan seluruh tubuh udang menjadi kemerahan. Selain itu udang berenang ke permukaan, melemah, dan akhirnya mati di pematang.
Kepala udang dengan bintik-bintik putih

Meski tidak ada obatnya, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan tindakan pencegahan, di antaranya:
  • Memilih benih berkualitas dan bebas penyakit (bisa ditanyakan pada penjual benih, apakah benih sudah dicek kesehatannya dan bukan berasal dari satu induk).
  • Hindari pakan perlebih karena akan menurunkan kualitas air yang akan berdampak pada tingkat daya tahan tubuh udang.
  • Memusnahkan udang yang telah terinfeksi agar penyakit tidak menyebar.
  • Segera lakukan pemanenan, jika udang sudah layak dan siap untuk dijual.

EARLY MORTALITY SYNDROME (UDANG)

Penyakit EMS merupakan salah satu penyakit pada udang yang menyebabkan kematian massal di awal budidaya (usia udang 20-30 hari). Bakteri Vibrio yang menyebabkan penyakit ini merusak organ hepatopankreas udang sehingga udang tidak nafsu makan. Ciri-ciri udang yang terjangkiti adalah lemah, ususnya kosong (bening), dan organ hepatopankreasnya tampak pucat dan lembek. Meskipun fatal pada udang, tapi bakteri Vibrio tidak memiliki dampak pada manusia. Proses pembekuan pun dapat menonaktifkan bakteri tersebut.
Udang yang terserang penyakit EMS, berwarna pucat
Kualitas perairan yang baik dan lingkungan yang bebas penyakit adalah kunci dalam mengatasi dan mencegah mewabahnya EMS. Hal-hal yang bisa dilakukan adalah;
  • Memastikan benih bebas penyakit.
  • Cek pada saat fase pendederan, pastikan udang muda tidak menunjukkan tanda-tanda terserang penyakit.
  • Menerapkan biosekuriti yang menjaga lingkungan terjaga dari benda asing yang membawa penyakit ke dalam tambak. Contohnya, menutup kolam dengan terpal.
  • Memberikan zat disinfektan untuk menekan pertumbuhan bakteri.

RED SPOT DISEASE (NILA, LELE, GURAME, MAS, PATIN)

Penyakit bercak merah ini merupakan salah satu penyakit pada nila yang termasuk penanganan prioritas KKP tahun ini. Bakteri Aeromonas dan Pseudomonas penyebab penyakit ini menyerang organ dalam maupun luar. Sisik ikan terkelupas dan terlihat luka-luka merah karena berdarah. Ciri-ciri lain adalah perut ikan membusung dan sering muncul ke permukaan kolam. Jika dibelah, dapat dilihat adanya pendarahan di organ hati, ginjal, dan limpa.
Luka berwarna merah pada kulit ikan nila

Cara mengatasi ikan yang terkena penyakit bercak merah ini antara lain;
  • Merendam ikan dengan kalium permanganat 10-20 mg/liter selama 30-60 menit. Larutan malachite greenoxalate juga dapat digunakan, dosisnya 0,5 mg/L selama 1 jam.
  • Mengobati dengan menyuntik tetramysin 0,05 ml per 100 gram bobot ikan atau kanamysin 20-40 mg/kg bobot ikan.
  • Mencampurkan obat pada pada pakan, baik secara kimiawi maupun alami. Secara kimiawi, pakan dicampur dengan oxytetracylin sebanyak 50 mg/kg pakan (diberikan selama 7-10 hari). Secara alami, tepung daun meniran dan bawang putih juga dapat ditambahkan pada pakan.

TILAPIA LAKE VIRUS (NILA)

Penyakit ini tergolong baru dan baru saja mewabah pada kegiatan budidaya nila di Thailand. Selain Thailand, nila di Mesir, Israel, Ekuador, dan Kolombia juga terinfeksi penyakit yang menyebabkan kematian nila sampai 100%. Oleh karena itu, kini BKIPM (Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu) KKP menghimbau untuk tidak mengimpor ikan nila dari daerah-daerah tersebut.
Ikan nila yang terserang TLV, perut menggembung dengan sirip kemerahan

Gejala penyakit TLV ini antara lain warna kulit kegelapan, erosi pada kulit, pembengkakan rongga perut, katarak pada mata dan eksoftalmia (mata bengkak). TLV diketahui hanya menyerang nila dan tidak pada ikan lain. Sampai saat ini, upaya penanganan masih dicari. Para peneliti melihat adanya kemungkinan pembuatan vaksin yang diambil dari lapisan protein virus tersebut sehingga nila bisa resisten. Hal yang paling mungkin dilakukan adalah menerapkan biosekuriti dan kehati-hatian dalam memilih benih. Simak artikel selengkapnya mengenai TLV di artikel sini .

KOI HERPES VIRUS (MAS, NILA, GURAME)

Penyakit KHV pada awalnya adalah penyakit yang sering muncul pada ikan koi sebagai ikan hias, tapi virus ini kemudian mampu menginfeksi ikan mas (Cyprinus carpio) dan sangat sporadis sesama ikan. Kematian ikan secara massal dapat terjadi dalam 24 jam sampai 7 hari setelah infeksi. KHV menyerang permukaan kulit, insang, dan ginjal ikan. Kulit ikan yang terserang akan mengalami lesi (luka), insang menjadi berwarna merah, pendarahan, dan terdapat bercak-bercak putih.
Insang yang kemerahan akibat serangan KHV

Virus bisa berasal dari lingkungan yang kurang baik, oleh karena itu pencegahan dapat dilakukan dengan cara:
  • Melakukan disinfeksi sebelum dan selama proses produksi.
  • Pastikan benih ikan bebas KHV dan terapkan sistem biosekuriti/karantina.
  • Mengurangi padat tebar.
  • Menjaga suhu air agar ikan tidak mudah stres sehingga bisa menurunkan tingkat daya tahan tubuh ikan.

ARGULUS/KUTU IKAN (GURAME)

Parasit berukuran kecil yang bernama Argulus sp. ini dikenal sebagai kutu ikan yang menempel pada tubuh ikan dan menghisap darah. Jika dibiarkan, kutu akan menyerang sebagian besar tubuh sehingga terjadi pendarahan. Penularannya melalui air dan melalui kontak langsung dengan ikan lain. Kutu ikan akan banyak berkembang biak pada kondisi perairan yang buruk.
Kutu-kutu Argulus yang pada ikan

Cara pengobatannya antara lain;
  • Merendam ikan yang terkena kutu ke dalam air garam 10 – 15 gram/liter selama 15 menit.
  • Untuk menghindari ikan tertular lagi, larutan garam 10 – 15 garam/m2 juga dapat ditambahkan pada kolam untuk membunuh kutu air. Obat kimia seperti insektisida malathin dan Dipterex juga bisa digunakan dengan dosis 0,25 mg/liter.
  • Mengganti air kolam secara berkala.

JAMUR SAPROLEGNIA (GURAME, LELE, NILA)

Jamur yang mampu berkembangbiak baik di air tawar dan payau ini biasanya tumbuh pada bangkai ikan, tapi bisa juga pada luka di kulit ikan yang masih hidup. Hifa (benang halus) seperti kapas akan menjalar menembus daging ikan dan menyerap nutrisinya. Jamur akan terlihat menempel pada ekor, insang, dan kepala ikan. Ikan yang terkena infeksi jamur ini ciri-cirinya bergerak-gerak gelisah, lalu jika infeksi sudah meluas maka ikan akan kehilangan nafsu makan, lemah, sampai akhirnya mati.
Jamur pada ikan nila

Pemicu adanya jamur ini antara lain adalah penanganan yang kurang baik sehingga menimbulkan luka, kadar oksigen terlalu rendah, bahan organik di kolam terlalu tinggi, dan kualitas air buruk. Upaya pencegahan penyakit Saprolegnia ini antara lain;
  • Hindari penanganan yang menyebabkan luka, seperti pada saat memilah, menjaring, dan menebar.
  • Pada ikan yang terserang jamur, garam dapur bisa diberikan ke kolam sebanyak 400 gram/m2. Setelah 24 jam, air diganti dengan yang baru. Selain garam, bisa juga dengan memberikan malachite oxalate sebanyak 1 mg/liter selama 12 jam atau larutan formalin 200 ppm selama 2 jam.
  • Jamur juga dapat menyerang telur ikan. Untuk mengatasinya, telur ikan yang terserang direndam dengan malachite green 1 mg/liter selama 1 jam atau larutan formalin 200-300 gram/liter selama 1-3 jam. Garam dapur juga bisa digunakan sebanyak 5 gram/liter selama 15 menit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA CBIB - Cara Budidaya ...